Kompastuntas.com— Bandar Lampung, Belakangan ini petani jagung dihebohkan dengan kehadiran hama ulat grayak jagung atau yang lebih dikenal dengan sebut Fall Army Worm (FAW). FAW dengan nama latin Spodoptera frugiperda diyakini merupakan hama asing yang menginvasi pertanaman jagung di berbagai negara. Namun menurut DR Puji Lestari, M.Si, peneliti mengulik fakta sejarah persebaran hama ini. Dalam sebuah artikelyang berjudul “Re-evaluating the likely presence of Spodoptera frugiperda in Indonesia in 2015 through re-assessment of neglected maize field sample collections from Lampung” dijabarkan bahwa hama ini telah ada di Indonesia jauh sebelum dilaporkan merusak jagung di berbagai negara seperti Afrika tahun 2016, India tahun2018 dan negara-negara lain di Asia.
Lalu bagaimana hama tersebut baru menjadi perbincangan pada tahun 2019 tahun 2019 di Indonesia? Menurut DR. Puji Lestari, M.Si, yang juga anggota Ikaperta Unila, Sebelumnya populasi hama ini berada pada jumlah yang tidak mengakibatkan kerugian. Namun perubahan iklim lokal disinyalir menjadi penyebab terjadinya Out break. Pemanasan global berperan besar dalam memicu out break hama ini secara masif. Meningkatnya suhu rata-rata global, perubahan pola curah hujan, dan musim tanam yang semakin tidak menentu menciptakan kondisi ideal bagi S. frugiperda untuk berkembang biak lebih cepat dan menyebar lebih luas.
Studi menunjukkan bahwa siklus hidup ulat ini menjadi lebih pendek di suhu yang lebih tinggi, mempercepat populasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain itu, perubahan iklim juga memperluas wilayah jelajah hama ini ke daerah yang sebelumnya tidak cocok untuk kelangsungan hidupnya.
Fenomena ini menyebabkan peningkatan intensitas serangan pada tanaman jagung, yang merupakan inang utama S. frugiperda, serta beberapa tanaman pangan lain seperti padi, sorgum, dan kedelai. Kerugian ekonomi yang diakibatkan pun tidak sedikit, terutama di negara-negara berkembang yang bergantung pada sektor pertanian.
Hama ini juga dilaporkan sangat adaptif terhadap sehingga meningkatkan resiko terjadinya resistensi hama terhadap insektisida. Resistensi terhadap bahan aktif emamectin benzoate sudah dilaporkan di beberapa daerah di Provinsi Lampung, termasuk di Batanghari Nuban, Lampung Timur (komunikasi pribadi dengan koordinator penyuluh pertanian Lampung Timur).
Perlu pendekatan pengelolaan hama yang adaptif terhadap iklim, termasuk pengembangan teknologi agensia hayati, monitoring populasi secara real-time, serta peningkatan kapasitas petani dalam mitigasi risiko. Tanpa upaya terpadu lintas sektor, serangan S. frugiperdadiperkirakan akan terus meluas seiring dengan semakin ekstremnya kondisi iklim dunia.
Penulis : DR. Puji Lestari, M.Si.
Editor : Hengki Padangratu