Oleh: Dr. Ir. Melya Riniarti, S.P., M.Si. IPU, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Anggota
Ikaperta Unila
Kompastuntas.com—Ketahanan pangan merupakan pilar utama kedaulatan bangsa. Pemerintah Indonesia telah menegaskan
komitmennya untuk mewujudkan swasembada pangan nasional. Namun, di lapangan, tantangan yang
dihadapi sektor pertanian tidak hanya terkait dengan produktivitas, tetapi juga dengan kualitas lahan yang
semakin menurun. Lahan yang dulunya subur kini mengalami degradasi akibat eksploitasi berlebihan,
erosi, dan penggunaan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Dalam konteks ini, biochar sebagai
pembenah tanah menawarkan solusi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga ekonomis dan mudah
diterapkan.
Indonesia menghasilkan jutaan ton limbah biomassa setiap tahunnya, seperti jerami padi, tongkol jagung,
sabut kelapa, batang singkong, tandan kosong kelapa sawit, kulit kopi,serbuk gergaji dan masih banyak
lagi. Sayangnya, sebagian besar limbah ini dibakar terbuka, mencemari udara dan menyia-nyiakan potensi
yang sebenarnya sangat berharga. Padahal, limbah-limbah tersebut dapat diolah menjadi biochar, Biochar
merupakan produk hasil pirolisis biomassa, yakni proses pembakaran pada suhu tinggi tanpa atau dengan
sedikit oksigen.
Biochar adalah arang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memperbaiki sifat-sifat
tanah baik fisik, kimia maupun biologi dengan cara memantapkan struktur tanah, meningkatkan kapasitas
tanah menahan air dan unsur hara, serta menjadi habitat bagi mikroorganisme yang berperan dalam
kesuburan tanah.
Teknologi pembuatan biochar yang sederhana menjadi salah satu keunggulan yang dapat dimanfaatkan
oleh petani di berbagai daerah. Petani tidak memerlukan peralatan canggih atau investasi besar untuk
memproduksi biochar. Dengan memanfaatkan drum bekas, lubang tanah berbentuk kerucut, atau alat
pirolisis sederhana, petani dapat mengubah limbah biomassa menjadi biochar dalam waktu singkat. Proses
ini tidak membutuhkan bahan kimia tambahan dan dapat dilakukan secara mandiri di tingkat desa.
Setelah didinginkan, biochar dihancurkan menjadi ukuran kecil agar mudah dicampur dengan tanah atau kompos. Pengayaan dengan pupuk atau mikroba juga memungkinkan untuk meningkatkan efektivitasnya sebagai
pembenah tanah. Biochar bukan sekadar arang biasa. Struktur mikroporosnya menjadikannya unik dan berperan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Ketika dicampur ke dalam tanah, biochar membantu menahan air dan menjaga kelembaban tanah lebih lama, yang sangat penting di musim kemarau. Ia juga menyerap unsur hara seperti nitrogen dan fosfor, sehingga tidak mudah tercuci oleh hujan.
Bahkan, biochar bersifat alkalis dan mampu menetralkan keasaman tanah, yang menjadi persoalan umum di banyak lahan pertanian kita. Lebih jauh lagi, biochar juga mendukung kehidupan mikroba tanah. Mikroorganisme yang bersarang di dalam pori-porinya mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan membantu pelepasan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Manfaat biochar dalam meningkatkan kesuburan tanah telah dibuktikan melalui berbagai penelitian.
Sebuah studi yang dilakukan di lahan Ultisol menunjukkan bahwa aplikasi biochar tempurung kelapa dapat
meningkatkan pH tanah, kapasitas tukar kation, dan ketersediaan fosfor, yang berdampak positif terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian lain menunjukkan bahwa biochar dapat meningkatkan retensi air dan hara dalam tanah serta mampu meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman,
Selain itu, penggunaan biochar juga berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim. Ketika biomassa
dikonversi menjadi biochar dan ditanam ke dalam tanah, karbon yang terkandung di dalamnya tidak akan
kembali ke atmosfer dalam bentuk CO₂. Dengan kata lain, biochar berfungsi sebagai penyimpan karbon
jangka panjang, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aplikasi biochar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari tanah, seperti metana dan dinitrogen oksida, Dengan segala potensinya, biochar memiliki peran penting dalam strategi menuju swasembada pangan
nasional. Di banyak daerah, terutama pada lahan-lahan marginal dan suboptimal, penerapan biochar
terbukti mampu meningkatkan hasil panen secara signifikan. Tanaman seperti padi, jagung, sayuran,
hingga kopi merespons positif kehadiran biochar dalam tanah.
Hasil uji coba menunjukkan peningkatan produksi antara 10 hingga 30 persen, tergantung pada jenis tanah dan metode aplikasinya. Ini berarti, tanpa membuka lahan baru, kita dapat meningkatkan produktivitas hanya dengan memperbaiki kualitas tanah yang sudah ada.
Di sisi lain, penggunaan biochar juga mendorong munculnya ekonomi sirkular di tingkat desa. Petani tidak
lagi membakar limbah sembarangan, melainkan mengolahnya menjadi produk yang berguna. Bahkan,
dengan pendekatan yang tepat, biochar dapat menjadi komoditas tambahan yang bernilai ekonomi.
Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan sumber daya lokal, dan kemandirian petani dalam mengelola lahannya secara berkelanjutan. Tentu saja, tantangan tetap ada. Masih banyak petani yang belum mengetahui apa itu biochar dan
bagaimana cara membuat serta mengaplikasikannya.
Akses terhadap pelatihan, alat sederhana, dan pendampingan teknis menjadi kunci agar teknologi ini bisa meluas dan berdampak nyata. Di sinilah peran pemerintah, akademisi, LSM, dan swasta perlu bersinergi. Program pelatihan biochar berbasis desa bisa menjadi langkah awal yang strategis untuk menyebarluaskan pengetahuan ini secara praktis dan
kontekstual.
Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani mengenai manfaat serta cara pembuatan biochar. Selain itu, adanya insentif bagi petani yang menerapkan
teknologi ini dapat menjadi pendorong besar dalam memperluas adopsi biochar. Kampanye nasional yang
melibatkan akademisi, lembaga riset, dan komunitas pertanian juga dapat meningkatkan kesadaran akan
pentingnya teknologi biochar dalam mendukung swasembada pangan.
Tidak kalah pentingnya, sektor swasta juga dapat dilibatkan dalam pengembangan teknologi pembuatan
biochar yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam menyediakan akses terhadap teknologi dan pasar untuk biochar dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi petani. Dengan demikian, biochar tidak hanya menjadi solusi ekologis tetapi juga menjadi bagian dari ekonomi sirkular yang menguntungkan semua pihak.
Artikel ini menyoroti bahwa untuk mencapai swasembada pangan, perbaikan kualitas lahan adalah langkah kunci.
Di tengah melimpahnya limbah biomassa yang selama ini tidak dimanfaatkan dengan optimal,
biochar menawarkan jalan keluar yang efisien dan berkelanjutan. Dari segi teknologi hingga manfaat
lingkungan, solusi hijau ini memiliki potensi besar untuk menjadi bagian integral dari strategi pangan
nasional. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, petani, dan masyarakat, impian swasembada
pangan Indonesia bukan lagi sekadar angan-angan, melainkan sebuah kenyataan yang dapat diwujudkan
Editor : Hengki Padangratu