Rosim Nyerupa Sebut Pelantikan Sekda Lamteng Sebagai Ritual Kekuasaan Resmikan Dinasti
Kompastuntas.com— Gunungsugih, Pemerhati Politik dan Pemerintahan Daerah Lampung Tengah Rosim Nyerupa kembali melontarkan kritik tajam terhadap dinamika birokrasi di Kabupaten Lampung Tengah. Menanggapi pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) definitif yang berlangsung, Selasa 10 Juni 2025 pukul 13:00 WIB di Sesat Agung Nuwo Balak sebagai puncak dari praktik nepotisme terang-terangan, sebagai simbol dimulainya politik dinasti dilingkup pemerintahan daerah.
“Ini bukan lagi urusan administrasi pemerintahan, ini sudah terang-terangan praktik nepotisme. Yang terjadi hari ini bukan bupati melantik sekda, tapi kakak melantik adiknya sendiri. Pewarisan patih kerajaan, Peresmian dinasti yang ditandai dimulainya kerajaan 5 tahun kedepan,” ujar Rosim dalam pernyataan resminya yang diterima media.
Welly Adiwantra akan menduduki jabatan definitif Sekda Lampung Tengah, Dirinya akan dilantik Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya yang merupakan kakak iparnya sendiri. Nuwo Balak yang dulu sebagai tempat pemersatu masyarakat adat, kini justru digunakan untuk meneguhkan pengaruh kekuasaan darah.
“Pelantikan ini adalah puncak dari proses seleksi yang diduga kuat penuh manipulasi. Rakyat tidak buta. Semua tahu ini bukan hasil seleksi terbuka yang objektif, melainkan hasil dari permainan kekuasaan yang dikendalikan dari ruang keluarga,” Kata Rosim lebih lanjut.
Lebih lanjut Rosim mengatakan, Bupati lantik adiknya sendiri menunjukkan bagaimana kekuasaan daerah berubah dari sistem demokrasi menjadi kerajaan kecil yang diwariskan bukan melalui prestasi, tapi melalui tali pusar keluarga.
“Bupati Lampung Tengah bukan lagi kepala daerah, tapi telah menjelma menjadi raja lokal. Sekda bukan pejabat profesional, tapi panglima istana yang dilantik dengan restu darah, bukan hasil uji kelayakan.”
Rosim menegaskan, tindakan Bupati Ardito Wijaya ini tidak hanya melanggar asas profesionalisme dan kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, tetapi juga memperlihatkan wajah asli dari pembusukan birokrasi lokal yang terjadi secara sistematis.
“Sumpah jabatan yang akan diucapkan siang ini bukan janji kepada negara, tapi sandiwara untuk mengesahkan relasi darah dalam jabatan struktural. Sebuah keluarga sedang mengunci kekuasaan dalam sistem birokrasi. Ini ironi demokrasi, ketika daerah otonom berubah jadi kerajaan keluarga.” tandasnya.
Rosim menegaskan, sejak dilantik sampai dengan hari ini komitmen Bupati Ardito untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dengan prinsip good governance tidak sama sekali terlihat.
“Sejak awal kita mencermati, Bupati Ardito sepertinya menghalalkan birokrasi yang sarat KKN. Hal ini ditandai dengan isu digaan jual beli jabatan mulai dari jabatan struktural maupun kepala sekolah, Dimana Bupati Ardito tidak mau menepis isu tersebut dengan mempertegas dan menyatakan penolakan terhadap segala bentuk transaksional termasuk jual beli jabatan dihadapan para ASN saat apel pagi mau rapat, ditambah jadikan adik sebagai panglima birokrat.” Tegas alumnus HMI Cabang Bandar Lampung itu.
Bagi Rosim pelantikan Welly Adiwantra sebagai Sekda merupakan puncak dari serangkaian manipulasi dalam proses seleksi terbuka yang seolah demokratis di permukaan, namun sarat rekayasa dalam praktiknya.
“Prosesnya dikemas seolah-olah profesional. Tapi hasilnya sudah bisa ditebak sejak awal. Ketika nama calon Sekda muncul, publik langsung tahu: ini bukan hasil seleksi, ini hasil silsilah,” kata Rosim.
Pelantikan yang seharusnya menjadi puncak penataan birokrasi kini berubah menjadi simbol suram dari relasi kuasa dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai good governance.
Editor : Hengki Padangratu