Harga Patokan Ubi Kayu: Aturan Ada, Pengawasan Nihil

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 10 September 2025 - 16:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Harga Patokan Ubi Kayu: Aturan Ada, Pengawasan Nihil

Kompastuntas.com— Jakarta, Kementerian Pertanian akhirnya menetapkan harga pembelian ubi kayu oleh industri sebesar Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen. Keputusan ini dituangkan dalam Surat Ditjen Tanaman Pangan Nomor B-2218/TP.220/C/09/2025, ditandatangani 9 September 2025. Di saat yang sama, tepung tapioka dan tepung jagung dikunci sebagai komoditas Lartas (dilarang dan/atau dibatasi) dengan alasan perlindungan petani.

Sekilas, langkah ini terlihat progresif. Tapi bila ditelisik lebih dalam, kebijakan ini hanyalah pengulangan dari janji lama pemerintah yang berulang kali gagal ditegakkan.

Mengapa demikian?

Pertama, harga acuan pembelian (HAP) sejatinya bukan hal baru. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/PP.200/3/2019 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen sudah jelas memberikan dasar hukum. Sayangnya, aturan ini lebih sering menjadi angka mati di atas kertas. Tanpa pengawasan, industri bebas bermain harga, sementara petani tetap terjepit.

Baca Juga :  IKWI Lampung Peringati HUT ke-64 Dari Donor Darah hingga Sorotan Keras Terhadap KDRT

Kedua, mekanisme rafaksi yang dibatasi maksimal 15 persen justru berpotensi jadi alat manipulasi. Pasal 14 Permentan No. 68/Permentan/OT.140/11/2016 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Gabah dan Beras menegaskan, rafaksi seharusnya hanya dikenakan pada kualitas yang tidak sesuai standar.

Tetapi praktik di lapangan menunjukkan, rafaksi kerap dijadikan alasan standar untuk memangkas harga, tanpa mekanisme verifikasi independen. Dengan kata lain, industri tetap memegang kendali penuh atas nasib petani.

Ketiga, soal Lartas. Penetapan tepung tapioka dan jagung sebagai komoditas Lartas sejalan dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Namun, celah lemahnya verifikasi stok domestik selalu membuka ruang permainan mafia impor.

Dalih “stok tidak mencukupi” bisa disulap menjadi pintu impor lebar-lebar, sekalipun singkong lokal masih melimpah. Artinya, regulasi perlindungan ini mudah berubah menjadi senjata untuk menyingkirkan petani dari pasar.

Baca Juga :  Pimred Club Lahir Sebagai Mitra Kritis Kinerja Gubernur Lampung

Kebijakan Kementan kali ini akan sia-sia bila tidak dibarengi instrumen pengawasan yang tegas dan transparan. Pemerintah memiliki perangkat hukum, tetapi sering kali gagal memastikan implementasi. Harga acuan tanpa sanksi hanya akan melahirkan praktik culas baru: manipulasi rafaksi, pembiaran impor, dan lemahnya posisi tawar petani.

Pertanyaan besarnya, apakah Kementan berani menegakkan aturan yang mereka buat sendiri? Atau lagi-lagi memilih kompromi dengan industri dan mafia impor demi menjaga stabilitas semu?

Petani tidak butuh sekadar surat keputusan. Mereka menuntut keadilan yang nyata: harga yang adil, rafaksi yang transparan, dan pasar yang bersih dari manipulasi.

Jika Kementan gagal memastikan itu semua, maka kebijakan ini tak lebih dari janji basi yang menambah daftar panjang politik pangan setengah hati di negeri ini.

Editor : Hengki Utama

Berita Terkait

Lampung Sambut Pengetatan Impor Etanol dan Singkong: Harapan Baru Petani, Ujian bagi Industri
PGK Lampung: Tindakan BNNP dalam Menetapkan Status Pengurus HIPMI Adalah Bentuk Abuse of Power
Pengurus IKA UNTIRTA Lampung Resmi Dilantik, Fokus BLK, UMKM, dan Pengelolaan Sampah
Mantan Ketum KOHATI Dipukul Polisi, BADKO HMI Malut Ultimatum Kapolres Halsel
Kutukan Keras Dari Ketua PISPI Akibat Perbuatan Polisi Yang Menangkap Presiden Mahasiswa Di Bandara
Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampung, “Mengecam Tindakan Brimob Menginjak Demokrasi”
Kebijakan Gearshift Allianz Indonesia Lemahkan Serikat Pekerja
Gabungan Tiga LSM Kembali Turun Ke Jakarta, Menyuarakan Keadilan
Berita ini 16 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 21 September 2025 - 07:50 WIB

Lampung Sambut Pengetatan Impor Etanol dan Singkong: Harapan Baru Petani, Ujian bagi Industri

Rabu, 10 September 2025 - 16:33 WIB

Harga Patokan Ubi Kayu: Aturan Ada, Pengawasan Nihil

Minggu, 7 September 2025 - 16:44 WIB

PGK Lampung: Tindakan BNNP dalam Menetapkan Status Pengurus HIPMI Adalah Bentuk Abuse of Power

Sabtu, 6 September 2025 - 17:13 WIB

Pengurus IKA UNTIRTA Lampung Resmi Dilantik, Fokus BLK, UMKM, dan Pengelolaan Sampah

Rabu, 3 September 2025 - 08:06 WIB

Mantan Ketum KOHATI Dipukul Polisi, BADKO HMI Malut Ultimatum Kapolres Halsel

Berita Terbaru