Gubernur Mirza Sentil KNPI Jangan Sibuk Jabatan, Turun ke Sawah dan UMKM!
Dari Palangka Raya, Seruan Keras untuk KNPI Tak Lagi Jadi Penonton
Kompastuntas.com—Palangka Raya, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal melontarkan kritik keras terhadap arah gerak organisasi kepemudaan, khususnya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), yang dinilainya terlalu asyik bermain di wilayah politik simbolik. Ia menantang KNPI untuk turun langsung ke desa, mendampingi UMKM, dan menggerakkan petani.
Pernyataan ini disampaikannya dalam forum nasional Rapat Pimpinan Paripurna KNPI 2025 di Aula Jayang Tingang, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (4/7).
“Saya juga pernah di KNPI. Jadi saya tahu, banyak anak muda yang sibuk berebut jabatan. Tapi sekarang bukan waktunya itu. Negara ini butuh solusi, bukan seragam dan stempel,” tegas Mirza di hadapan ratusan pengurus KNPI dari seluruh Indonesia.
Mirza mengingatkan bahwa perubahan arah pembangunan nasional di bawah Presiden Prabowo menuntut peran aktif pemuda dari akar rumput, bukan dari menara gading politik.
“Dulu uang negara mengalir dari pusat. Sekarang, dari bawah dulu. Perputaran ekonomi sekarang terjadi di desa. KNPI harus ada di sana, bukan sekadar hadir di hotel dan podium,” sindirnya tajam.
Ia mencontohkan perubahan masif di sektor pertanian Lampung. Harga gabah yang menembus Rp6.500,- per kilogram memicu perputaran dana hingga triliunan rupiah sebuah fakta yang, menurutnya, masih belum disadari banyak pemuda.
“Petani pakai dryer, pakai smart farming. Tapi mereka butuh pendamping. Di situlah ruang anak muda. Jangan tunggu jadi pejabat dulu baru mau kerja,” tukasnya.
UMKM Lahan Subur, Tapi KNPI Belum Hadir
Mirza juga menyoroti potensi besar di sektor UMKM yang hingga kini masih minim intervensi dari pemuda. Dengan lebih dari 940 ribu pelaku UMKM di Lampung, mayoritas justru berasal dari kelompok usia di atas 45 tahun.
“Banyak emak-emak di desa yang mau belajar. Tapi pendekatannya salah. Digitalisasi itu bukan soal gadget, tapi soal pendampingan. Di sinilah KNPI mestinya masuk, bukan cuma bikin seminar lalu foto bareng,” kritiknya.
Lebih jauh, ia memperingatkan agar KNPI tidak terus-menerus terjebak menjadi alat politik kekuasaan.
“Politik cuma menguasai 6 persen ekonomi nasional. Sisanya ada di kolaborasi. Jadi kalau KNPI mau besar, tinggalkan mental tunggu proyek atau posisi,” seru Mirza.
Ketum KNPI Bonus Demografi Tanpa Arah, Hanya Jadi Beban
Ketua Umum DPP KNPI, Ryano Panjaitan, mengamini kritik tersebut. Dalam pidatonya, ia menyebut bonus demografi bisa menjadi bencana jika pemuda tidak diarahkan ke sektor produktif.
“UMKM, teknologi, dan inovasi adalah medan tempur kita. Kalau tidak, bonus demografi hanya akan menambah pengangguran terdidik,” kata Ryano dengan nada serius.
Ia menegaskan bahwa KNPI di bawah kepemimpinannya harus menjadi akselerator kapasitas, bukan sekadar tempat berhimpun elit pemuda.
“Setiap orang yang bergabung dengan KNPI harus merasakan perubahan dalam hidupnya. Kalau tidak, kita hanya membuang waktu,” tandasnya.
Gubernur Kalteng Pemuda Hebat Tak Cukup Pintar, Harus Berani dan Tangguh
Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran, selaku tuan rumah, menekankan pentingnya pembentukan karakter kuat pada generasi muda di tengah dunia yang serba kompetitif.
“Di zaman disrupsi ini, cerdas saja tidak cukup. Pemuda harus punya mental tangguh, cara pikir yang progresif, dan keberanian menabrak zona nyaman,” ujarnya.
Ia menyebut Kalimantan Tengah siap menjadi rumah bagi forum-forum besar pemuda Indonesia, selama gagasan yang dibawa konkret dan menyentuh rakyat.
Rapimpurnas KNPI 2025 Banyak Tokoh, Tapi Apakah Ada Aksi?
Rapimpurnas KNPI 2025 mengangkat tema “Transformasi Pemuda untuk Indonesia Emas 2045” dan diikuti lebih dari 200 pengurus DPD KNPI dari seluruh provinsi.
Acara ini juga dihadiri sejumlah pejabat nasional, seperti:
• Rahayu Saraswati Dhirakaya Joyohadikusumo (Ketua Komisi VII DPR RI)
• Prof. Fauzan (Wamen Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi)
• Todotua Pasaribu (Wamen Investasi dan Hilirisasi)
Namun pertanyaannya, apakah forum ini hanya akan jadi panggung wacana, atau benar-benar melahirkan gerakan nyata di lapangan? Jawabannya akan ditentukan bukan dari pidato, tapi dari aksi KNPI pasca Rapimpurnas.
Editor : Hengki Utama