Register 43B Terbakar Diam-Diam, Saat Oknum Pejabat Menanam Kopi di Hutan Lindung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Justru Bungkam
Kompastuntas.com—Lampung Barat, Matahari belum sepenuhnya muncul di ufuk Krui Utara, namun suara mesin excavator sudah lebih dulu menggema di perbukitan Pekon Sidomulyo. Bukan proyek jalan. Bukan pula irigasi desa. Yang tengah dikerjakan adalah pembukaan lahan secara brutal di dalam kawasan Hutan Lindung Register 43B. Dan lebih memilukan lagi: ini bukan ulah perambah liar biasa.
Investigasi kami menunjukkan bahwa salah satu aktor utama dari perambahan ini adalah seorang pejabat publik aktif berstatus Wakil Ketua DPRD Lampung Barat. Bersama sejumlah kroni dan alat berat, mereka mengubah kawasan hutan menjadi kebun kopi pribadi. Bukan sekadar pembalakan liar, tapi transformasi fungsi hutan yang jelas melanggar hukum dan konstitusi lingkungan hidup.
Alih Fungsi, Dari Hutan Lindung Menjadi Ladang Bisnis
Kawasan Register 43B bukan hutan biasa. Wilayah ini merupakan zona pelindung ekosistem Taman Bukit Barisan Selatan (TNBBS) penyangga terakhir habitat gajah, harimau, dan sumber air bersih bagi ribuan hektare sawah di hilir.
Namun sejak 2023, area ini mulai dibabat. Awalnya 3 hektare, lalu merambat jadi 7, hingga hari ini hampir 11 hektare hutan lindung telah berubah menjadi kebun kopi ilegal. Data lapangan dari LSM dan warga membuktikan adanya alat berat yang digunakan untuk meratakan lereng bukit yang semestinya dijaga, bukan digarap.
Yang lebih mengkhawatirkan: debit Sungai Way Segening kini menurun drastis. Dampaknya? 20 hektare sawah warga Pekon Turgak kini terancam gagal panen.
Ketika Negara Diam, Alam Membalas
Kehilangan tutupan hutan bukan hanya soal deforestasi. Ini soal kehidupan. Dalam dua bulan terakhir, dua warga dilaporkan tewas akibat serangan harimau. Satwa buas itu keluar dari hutan yang mulai rusak, mencari habitat baru yang ironisnya adalah kampung warga.
Konflik manusia dan satwa liar adalah sinyal keras bahwa alam tak lagi punya ruang. Dan semua ini berpangkal pada pembiaran sistematis terhadap kejahatan lingkungan.
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung: Di Mana Anda?
Pertanyaan besar kini mengarah pada institusi yang seharusnya menjadi garda depan pelindung hutan: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Hingga hari ini, belum ada satu pun penindakan tegas terhadap pelaku perambahan. Padahal laporan, foto, bahkan titik GPS alat berat sudah berkali-kali disampaikan masyarakat.
Apakah terlalu sulit untuk bergerak karena pelakunya bukan masyarakat biasa? Apakah institusi ini sedang lumpuh oleh tekanan politik? Atau, lebih buruk: apakah ada oknum yang justru ikut bermain di balik layar?
Data Tidak Pernah Bohong
Kejadian di Register 43B bukan kasus tunggal. Laporan WWF mencatat bahwa lebih dari 45.000 hektare lahan kopi di Sumatra bagian selatan berasal dari kawasan hutan ilegal, termasuk zona penyangga Taman Nasional. Ironisnya, sekitar 20% tutupan hutan di wilayah itu hilang hanya dalam satu dekade, sebagian besar berubah menjadi lahan ekspor kopi ilegal ke Eropa dan Amerika.
Artinya: bukan hanya lingkungan lokal yang rusak, tapi juga reputasi Indonesia sebagai penjaga keanekaragaman hayati.
Waktu Habis, Pilihan Harus Diambil
Hari ini, masyarakat tidak lagi diam. Gerakan sipil, media, hingga jaringan hukum telah menyiapkan langkah lanjutan. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung baik penghentian aktivitas ilegal, pemulihan kawasan, maupun penindakan tegas terhadap pelaku maka langkah hukum dan pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan ditempuh.
Ini bukan soal kebencian terhadap institusi. Ini soal penyelamatan masa depan. Karena hutan bukan warisan, tapi titipan untuk anak cucu.
Penulis : Wahdi Germasi
Editor : Hengki Utama