Tajuk Tegas dari Lampung Tengah: “Tahan Dulu Birahi Berutang Itu”
Kompastuntas.com—Lampung Tengah, Nada tinggi bukan hanya datang dari oposisi. Di Lampung Tengah, kritik tajam justru lahir dari dalam rumah sendiri. Ketua DPC PDI Perjuangan Lampung Tengah, Sumarsono, angkat suara lantang soal rencana pinjaman daerah yang diusulkan Bupati Ardito Wijaya. Tak main-main, Sumarsono menyebut dorongan berutang itu sebagai “birahi anggaran” yang harus ditahan.
“Belum ada RPJMD yang sah, kok sudah bicara utang? Ini bukan sekadar soal teknis, ini tentang waras tidaknya tata kelola,” kata mantan Ketua DPRD itu, Sabtu (15/6).
Nada itu bukan semata petuah politisi senior, tapi peringatan dini agar pemerintahan baru tidak terjebak pada pola lama—kejar proyek lewat utang tanpa landasan perencanaan yang kuat.
Utang Tanpa Arah, Pembangunan Tanpa Dasar
Di tengah masa transisi, ketika kepala daerah baru saja dilantik, rencana mengajukan pinjaman justru dinilai tergesa-gesa. Bagi Sumarsono, tidak adanya RPJMD adalah sinyal paling jelas bahwa Pemkab belum memiliki kerangka pembangunan jangka menengah yang sah. Tanpa itu, katanya, setiap utang bisa menjadi liabilitas politik sekaligus ekonomi.
“Visi-misi kepala daerah belum tertuang dalam dokumen resmi. Bagaimana bisa bicara utang? Mau bangun apa? Berdasarkan data mana? Jangan sampai ini jadi utang yang asal gas, nanti rakyat yang bayar,” tegasnya.
Ia menyinggung pengalaman pahit dari pinjaman sebelumnya, yakni skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dinilai gagal memberikan dampak langsung pada taraf hidup rakyat.
“Mana datanya? Kalau memang ada peningkatan kesejahteraan dari utang itu, tunjukkan. Kalau tidak ada, lalu kemarin utangnya buat apa?” katanya retoris.
Fraksi PDIP Turut Memblokir
Pernyataan Sumarsono senada dengan sikap Fraksi PDIP DPRD Lampung Tengah yang lebih dulu menolak rencana tersebut. Anggota Fraksi, I Kade Asian Nafiri, menyampaikan penolakan itu dalam forum resmi DPRD.
“Kalau menurut kami, tahan dulu lah. APBD kita belum kuat, dan RPJMD belum ada. Jangan kejar utang hanya demi proyek yang belum jelas,” kata Kade Asian (11/6).
Fraksi PDIP menilai, bila pinjaman tetap dipaksakan saat ini, maka akan terjadi ketimpangan antara kebutuhan belanja daerah dan beban pembayaran pokok maupun bunga pinjaman.
Etika Kekuasaan vs Logika Kekuasaan
Sumarsono mengingatkan bahwa PDIP bukan partai yang akan tutup mata hanya karena kepala daerah yang menjabat adalah kader atau usungan mereka. Baginya, loyalitas terhadap partai bukan berarti loyal membabi buta pada keputusan yang keliru.
“Justru karena kami partai pengusung, maka kami wajib mengingatkan. Kami punya tanggung jawab moral, bukan sekadar politik. Jangan anggap kami diam karena itu kader kami. Kalau salah arah, ya harus dikoreksi,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa masa adaptasi kepala daerah baru seharusnya dipakai untuk membangun pondasi kebijakan, bukan untuk buru-buru merancang utang yang bisa menjadi jebakan fiskal.
Peringatan Terbuka untuk Ardito-Komang
Lebih jauh, Sumarsono menyampaikan sinyal peringatan bagi pasangan Ardito-Komang yang diusung PDIP dalam Pilkada 2024. Menurutnya, jabatan adalah mandat rakyat, bukan tiket membangun agenda pribadi.
“Jangan balik logika. Bangun dulu RPJMD-nya. Libatkan publik, DPRD, dan partai. Kalau semuanya sepakat dan terbukti memang urgen, barulah bicara pinjaman. Bukan sebaliknya. Jangan seperti orang kehausan proyek lalu tergoda utang,” ujarnya tajam.
Evaluasi Utang Lama, Audit Manfaat
Tak hanya menolak rencana utang baru, Sumarsono juga mendorong dilakukannya audit terhadap pelaksanaan proyek-proyek berbasis pinjaman sebelumnya.
“Kalau utang PEN lalu betul-betul bermanfaat, ayo tunjukkan indikatornya. Jangan sampai kita ini jadi kabupaten yang rajin utang tapi tidak pernah tahu apa hasilnya,” tutupnya.
Editor : Hengki Utama