Menag Resmikan Dua Fakultas Baru UIN RIL, Antara Ambisi dan Tantangan
Kompastuntas.com—Bandar Lampung, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., Jumat siang, 12 September 2025, menandatangani prasasti pendirian dua fakultas baru di Universitas Islam Negeri (UIN) RIL Fakultas Psikologi Islam dan Fakultas Sains dan Teknologi. Seremoni di Gedung Academic & Research Center itu tampak meriah, namun sesungguhnya menyimpan pertanyaan besar: sejauh mana fakultas baru ini mampu menjawab kebutuhan riil dunia pendidikan dan masyarakat?
Kehadiran dua fakultas itu berlandaskan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2025. Nasaruddin dalam sambutannya menegaskan bahwa UIN tak boleh hanya berkutat pada ilmu keislaman klasik.
“Generasi baru harus berimbang antara kecerdasan intelektual dan kekuatan spiritual,” ujarnya.
Di atas kertas, langkah ini menandai transformasi UIN RIL sebagai kampus Islam negeri yang kian berorientasi pada disiplin ilmu modern. Namun, di balik optimisme, terselip tantangan: kesiapan dosen, laboratorium, hingga daya serap lulusan di pasar kerja.
Fakultas Sains dan Teknologi, misalnya, akan bersaing ketat dengan universitas umum yang sudah mapan. Sementara Fakultas Psikologi Islam berhadapan dengan kebutuhan mendesak: bagaimana menghadirkan pendekatan psikologi yang relevan di tengah problem kesehatan mental masyarakat Indonesia yang kian kompleks.
Rektor UIN Raden Intan, Prof. H. Wan Jamaluddin Z, menampik keraguan itu. Ia menegaskan bahwa kampus hijau ini terus berkembang, dengan delapan fakultas plus pascasarjana S2 dan S3. Ia memamerkan deretan capaian: delapan tahun berturut-turut menjadi kampus PTKIN paling hijau versi UI GreenMetric, terbaik nasional dalam THE Impact Rankings 2025, dan memiliki 47 guru besar per September ini.
“Tambahan fakultas baru adalah investasi jangka panjang. Modal akademik kami cukup kuat,” ujarnya.
Namun, pengalaman banyak PTKIN menunjukkan ekspansi fakultas sering kali lebih cepat ketimbang kesiapan infrastruktur dan kurikulum. Fakultas baru berisiko hanya menambah deret administrasi tanpa daya dorong signifikan pada kualitas lulusan.
Pertanyaan lain yang menggantung, apakah orientasi keilmuan ini akan memperkuat posisi UIN RIL sebagai kampus Islam yang unggul, atau justru terjebak dalam tren “universalisasi” tanpa distingsi keislaman yang jelas?
Di luar euforia peresmian, UIN RIL kini berdiri di persimpangan penting, menjawab kebutuhan zaman dengan ilmu modern, namun tetap menjaga akar keislaman yang menjadi identitas. Bila tak cermat, fakultas baru ini bisa menjadi monumen ambisi semata-megahnya dalam peresmian, tapi sulit terukur dalam dampaknya.
Editor : Hengki Utama