Eks Kajari Jaksel Akui Eksekusi Silfester Tertunda: “Sempat Hilang, Lalu Keburu Pandemi”
Kompastuntas.com—Jakarta, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, buka suara ihwal molornya eksekusi Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina. Menurut Anang, vonis kasasi terhadap Silfester sejatinya sudah siap dijalankan sejak 2019, namun terhambat karena yang bersangkutan tak terlacak.
“Kita sudah keluarkan perintah eksekusi setelah inkrah. Tapi saat itu tidak sempat dilakukan karena yang bersangkutan sempat hilang,” ujar Anang, yang kini menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, di Gedung Bundar, Kamis, 14 Agustus.
Setelah pencarian tak membuahkan hasil, eksekusi makin terhambat oleh pandemi Covid-19. Aktivitas lembaga hukum kala itu terbatas, bahkan narapidana di dalam penjara banyak yang justru dipulangkan untuk mengurangi kepadatan lapas. “Keburu Covid-19. Jangankan memasukkan orang baru, yang di dalam saja harus dikeluarkan,” kata Anang.
Ia membantah anggapan bahwa Silfester tak ditahan karena tekanan politik. “Tidak ada. Murni faktor teknis dan pandemi,” ujarnya.
Keterlambatan eksekusi Silfester memantik sorotan publik. Komisi Kejaksaan hingga mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mempertanyakan sikap Kejaksaan. Menurut Mahfud, vonis pengadilan terhadap Silfester belum kedaluwarsa, sehingga tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk menunda.
“Mestinya Kejaksaan Agung menjelaskan: mengapa eksekusi tak berjalan, dan apa langkah yang ditempuh sekarang. Rakyat berhak tahu. Menakutkan jika ada vonis yang tak dilaksanakan tanpa penjelasan,” ujar Mahfud.
Kasus Silfester bermula pada 2017, ketika ia dilaporkan oleh Solihin Kalla, putra mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, atas tuduhan pencemaran nama baik. Dalam orasinya, Silfester menuding Jusuf Kalla memainkan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1 tahun penjara pada Juli 2018. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding, lalu diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan di tingkat kasasi. Namun, enam tahun berselang, eksekusi vonis tersebut tak kunjung terlaksana.
Kini, alih-alih mendekam di penjara, Silfester justru mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Editor : Hengki Utama