Pol PP Kota Bandar Lampung Represif dalam menangani Ujuk Rasa, ini perintah Walikota atau Inisiatif sendiri?
Kompastuntas.com— Bandar Lampung, Viral penyampaian pendapat di muka umum di kantor Walikota Bandar Lampung, akibat terjadi banjir yang terus-menerus melanda Kota Bandar Lampung. Demonstrasi ini dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa untuk meminta pertanggungjawaban Walikota Bandar Lampung atas bencana banjir yang berulang kali terjadi. Masyarakat sudah jenuh melihat fenomena alam yang terjadi, tapi langkah kongkrit Pemerintah Kota Bandar Lampung masih belum nyata. Sehingga Mahasiswa dan masyarakat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung (24/4/2025).
Sejumlah warga dan mahasiswa Bandar Lampung berunjuk rasa membawa poster meminta solusi konkret Pemkot Bandar Lampung atas bencana banjir yang kerap terjadi. Peserta unjuk rasa juga meneriakan tuntutan tanggung jawab Walikota Bandar Lampung atas dampak banjir yang menimbulkan korban jiwa.
Namun, unjuk rasa tersebut mendapat perlakuan represif dari anggota Sat Pol PP Kota Bandar Lampung. Ketika peserta unjuk rasa berusaha memasuki mal pelayanan publik untuk menyampaikan tuntutannya yang terjadi peserta unjuk rasa diamankan dengan cara ditekan kepalanya ke aspal.
Derri Nugraha, salah seorang peserta unjuk rasa yang menerima perlakuan direpresif, saat dikonfirmasi (24/4/2025), mengecam keras aksi brutal Sat Pol PP saat mengamankan unjuk rasa yang dilakukannya.
“Mestinya mereka memastikan suara masyarakat tersampaikan, bukan malah melakukan kekerasan”, tegas Derri. “Hal ini termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia, sesuai dengan UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UUD 1945 pasal 28E tentang penyampaian pendapat di muka umum, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945, dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”. UU No. 9 Tahun 1998 mengatur tentang bentuk dan cara menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk persyaratan dan larangan-larangan terkait sebab setiap orang bebas menyatakan pendapatnya di muka umum”, tambahnya.
Menurut Derri kita paham ada Larangan terkait tempat-tempat tertentu di mana penyampaian pendapat di muka umum tidak diperbolehkan, seperti lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, dan obyek vital. Tapi secara prosedur
penyampaian pendapat di muka umum biasanya pemberitahuan kepada pihak kepolisian atau otoritas terkait. Kami paham ada wilayah yang tidak boleh melakukan demonstrasi di lingkungan istana kepresidenan atau tempat ibadah.
Penyampaian pendapat di muka umum harus dilakukan dengan tertib dan damai, serta menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain. Kami melakukan unjuk rasa buka seperti orang berbuat pidana, ini anggota Sat Pol PP Bandar Lampung memberlakukan kami seperti menangkap maling.
Bunda Eva kemana ya? Semoga ini bukan perintah Walikota Bandar Lampung harap tokoh mahasiswa ini. Derri menjelaskan, bahwa unjuk rasa yang dilakukannya bersama sejumlah warga Bandar Lampung lainnya sebenarnya untuk menuntut penyelesaian bencana banjir di Bandar Lampung yang terus berulang.
Walikota harus cerdas dalam menangani masalah banjir sebab akan terulang lagi hal seperti ini, maka kami menuntut Walikota membuat grand design penanganan banjir di Bandar Lampung yang secara holistik dengan melibatkan pakar dan ahli di lintas bidang serta melibatkan partisipasi masyarakat terutama mereka yang menjadi korban banjir”, jelasnya.
Derri menambahkan bahwa harus ada pemenuhan hak yang berkeadilan bagi seluruh korban bencana banjir, tidak sekedar bahan pokok, melainkan sandang dan papan yang disesuaikan, serta santutan untuk korban meninggal.
“Kami juga menuntut pemulihan ruang terbuka hijau dan daerah resapan dan menghentikan pembangunan atau rencana pembangunan yang mengeksploitasi alam. Termasuk penertiban bangunan pengusaha-pengusaha yang berada di atas aliran sungai dan drainase.” ujarnya. Walikota jangan kalah dengan masyarakat yang melanggar. Kuat geh, jangan saat mau pemilihan walikota aja suaranya kuat, tapi tindakan nyatanya sekarang jadi lembek.
Editor : Hengki Padangratu
Sumber Berita: ranjana.id