Kompastuntas.com— Tubaba, 7 Mei 2025 – Program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang tengah digelar di Provinsi Lampung, termasuk Kabupaten Tulangbawang Barat, menuai respons positif dari masyarakat. Namun di balik euforia pembebasan tunggakan, muncul pertanyaan kritis: seberapa efektif program ini menjangkau akar persoalan rendahnya kepatuhan pajak kendaraan?
Selama tujuh hari terakhir, ribuan wajib pajak memanfaatkan program ini yang membebaskan denda dan tunggakan masa lalu. Kepala UPTD Samsat Tubaba, Aris Munandar, menjelaskan bahwa dalam skema ini, pemilik kendaraan hanya perlu membayar pajak untuk tahun berjalan. “Semua tunggakan dihapus. Wajib pajak cukup bayar satu tahun saja,” tegasnya.
Namun, ada pengecualian: kendaraan yang hendak dimutasi keluar atau masuk daerah tetap harus mengikuti perhitungan teknis reguler. Tak hanya itu, bea balik nama (BBN) dan pajak progresif untuk kendaraan lebih dari satu unit juga dihapus selama masa pemutihan tiga bulan ini.
“Setelah program selesai, pajak progresif kembali diberlakukan—mulai dari 1% hingga maksimal 2%. Jadi manfaatkan momen ini sebelum tarif bertingkat aktif kembali,” tegas Aris.
Satu Celah, Dua Risiko: Pungli dan Calo
Meski program ini membuka kemudahan luar biasa bagi masyarakat, Aris mengingatkan agar semua pengurusan dilakukan langsung di Samsat. Alasannya jelas: untuk menghindari praktik pungli dan percaloan. “Kami tegaskan, tidak ada ruang bagi calo di lingkungan kami. Kalau pun ingin menggunakan jasa, pastikan itu biro jasa resmi,” ujarnya.
Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. Di banyak daerah, praktik calo tumbuh subur justru karena minimnya literasi publik terhadap alur administrasi, ditambah keterbatasan SDM di Samsat yang membuat antrean panjang kerap tak terhindarkan. Program pemutihan, alih-alih menyelesaikan masalah struktural ini, berpotensi menjadi celah baru penyalahgunaan sistem jika tak diawasi ketat.
Biaya Tetap Ada, Gratisan Bukan Tanpa Syarat
Baur Register Samsat Tubaba, Aiptu Yohan P., turut menegaskan bahwa pemutihan bukan berarti bebas biaya sepenuhnya. Proses balik nama, misalnya, tetap mewajibkan penggantian buku kendaraan baru. Biaya ini dikategorikan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan disetor langsung ke pusat.
Rinciannya:
- Plat nomor: Rp60.000 (roda dua) dan Rp100.000 (roda empat)
- STNK: Rp100.000 (roda dua), Rp200.000 (roda empat/enam)
- BPKB: Rp225.000 (roda dua), Rp375.000 (roda empat/enam)
Jasa Raharja: Tunggakan Diampuni, Tapi Tak Gratis
Perwakilan Jasa Raharja, Budi, menjelaskan bahwa meskipun denda iuran dihapus, pokok iuran wajib tetap dibayar. Misalnya, kendaraan roda empat kapasitas kecil (<2400 CC) dikenai iuran Rp143.000 per tahun, sedangkan yang di atas 2400 CC sebesar Rp153.000. Denda progresif pun diberlakukan berdasarkan waktu tunggakan, mencapai Rp100.000 untuk kategori tertinggi.
Sosialisasi, atau Sekadar Formalitas?
Samsat Tubaba mengklaim telah melakukan sosialisasi melalui berbagai media. Namun efektivitasnya patut dipertanyakan. Banyak warga masih datang dengan asumsi keliru bahwa semua layanan “digratiskan”, padahal biaya resmi tetap berlaku untuk beberapa layanan teknis.
Momentum atau Manipulasi?
Program ini secara normatif adalah langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran pajak. Tapi jika tidak dibarengi dengan pembenahan sistemik—dari digitalisasi layanan, transparansi informasi, hingga pengawasan terhadap praktik pungli—maka pemutihan hanya akan menjadi repeat ritual tahunan yang dimanfaatkan tanpa perubahan perilaku jangka panjang.
Kesimpulannya kita harus paham pemutihan pajak kendaraan adalah peluang. Namun tanpa kejelasan, pengawasan, dan literasi publik yang memadai, program ini berpotensi menjadi ilusi legal yang menutupi kompleksitas masalah struktural di balik rendahnya pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan.
Apakah pemutihan ini solusi nyata atau sekadar kosmetik fiskal? Masyarakat dan media harus tetap kritis, karena keberlanjutan tata kelola pajak bergantung pada transparansi, bukan sekadar keringanan sesaat.
Editor : Hengki Padangratu