Israel Babak Belur, Perang 12 Hari yang Mengoyak Ekonomi dan Nurani
Kompastuntas.com—TEL AVIV, kota-kota menjadi senyap, langit malam tak lagi gelap, melainkan menyala oleh percikan rudal yang bersahut-sahutan. Di balik suara sirene yang meraung tanpa jeda, Israel menanggung luka yang jauh lebih dalam dari sekadar kehancuran bangunan luka ekonomi, sosial, dan rasa kehilangan yang tak terhitung.
Selama 12 hari terakhir, Israel terlibat dalam perang terbuka dengan Iran konflik yang telah membalik wajah Tel Aviv, Haifa, dan sejumlah kota besar lain menjadi bayang-bayang reruntuhan. Dan dari medan perang ini, satu hal menjadi jelas Israel kalah bukan hanya di medan diplomasi
Angka-angka yang Membekukan Nafas
Dalam sepekan pertama saja, negara ini telah menghabiskan USD5 miliar untuk membiayai perang. Setiap harinya, sekitar USD725 juta dibakar untuk operasi militer, dengan rincian USD593 juta untuk menyerang dan USD132 juta untuk bertahan.
Sistem pertahanan antirudal yang selama ini jadi kebanggaan, Iron Dome, menghisap biaya harian hingga USD200 juta. Bila perang berlanjut sebulan penuh, kerugian langsung bisa membengkak di atas USD12 miliar, dan jika dihitung efek dominonya hilangnya produktivitas, gangguan logistik, dan ketidakpastian pasar total kerugian bisa menyentuh USD20 miliar.
Naser Abdelkarim, ekonom dari Universitas Amerika Palestina, menyebutkan bahwa defisit anggaran Israel akan melebar 6 persen. “Dan itu belum termasuk biaya kompensasi bagi warga sipil yang kehilangan rumah, pekerjaan, dan rasa aman mereka,” ujarnya.
Di Mana Rumahku?
Lebih dari 10.000 warga Israel terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam minggu pertama konflik. Sebanyak 36.465 orang mengajukan permohonan kompensasi atas bangunan yang rusak. Mereka adalah potret-potret nyata dari sebuah negeri yang tengah limbung bukan sekadar angka, tapi kehidupan yang patah.
Pemerintah kini terjepit. Untuk menutup defisit, mereka dihadapkan pada tiga pilihan pahit memangkas anggaran kesehatan dan pendidikan, menaikkan pajak, atau menambah utang. Pilihan manapun, rakyat kecil akan selalu menjadi korban pertama.
Kementerian Keuangan bahkan sudah meminta dana tambahan USD857 juta untuk Kementerian Pertahanan, sembari memotong anggaran USD200 juta dari sektor-sektor vital seperti layanan sosial. Padahal, mereka yang terluka, yang kehilangan keluarga, dan yang tidak tahu akan makan dari mana besok pagi, justru sangat bergantung pada itu.
Runtuhnya Tiang-Tiang Ekonomi
Di Haifa, kilang minyak Bazan jantung energi Israel lumpuh total akibat serangan. Setiap harinya, kerugian mencapai USD3 juta. Bandara Ben Gurion, yang biasanya menjadi nadi lalu lintas internasional, ditutup selama beberapa hari, membuat 35.000 penumpang tertahan. Penerbangan ke Paris dialihkan ke Siprus, ke Bangkok mendarat darurat di Roma. Dan maskapai El Al pun menggantungkan sayapnya.
Tak hanya sektor energi dan transportasi, pasar finansial juga porak-poranda. Serangan rudal Iran menghantam kawasan bursa berlian, sektor yang menyumbang 8% dari ekspor nasional. Investor panik, pasar terguncang, dan Bursa Efek Tel Aviv mengalami aksi jual masif. Dalam satu pekan, nilai saham rontok bukan hanya menyapu keuntungan, tapi juga menebarkan ketakutan.
Shekel Melemah, Harapan Memburam
Mata uang nasional, shekel, merosot ke titik terendah: 3,7 terhadap dolar AS. Meskipun sempat menguat ke 3,5, namun tekanan tetap kuat. “Kalau ini terus terjadi, pengangguran akan naik, pertumbuhan melambat, dan rakyat akan makin miskin,” kata Abdelkarim.
Gencatan Senjata yang Retak Sejak Awal
Harapan sempat menggelayut di langit Timur Tengah ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata total antara Israel dan Iran. Tapi harapan itu secepat kilat berubah menjadi abu. Tak sampai 24 jam, Menteri Pertahanan Israel justru memerintahkan serangan baru ke Teheran, menuduh Iran melanggar kesepakatan.
Iran membalas tudingan itu, lalu meluncurkan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar. Serangan ini disebut sebagai balasan atas tiga lokasi nuklir Iran yang diserang Amerika sehari sebelumnya.
Sejak perang dimulai 13 Juni lalu, korban terus berjatuhan. Di Israel, setidaknya 25 orang tewas, ratusan luka-luka. Di Iran, angka lebih mencengangkan: 430 orang tewas, 3.500 lebih terluka sebagian besar warga sipil.
Perang yang Membuat Kita Lupa Siapa yang Menang
Perang ini telah merenggut lebih dari sekadar nyawa dan properti. Ia juga meluluhlantakkan rasa percaya, kemanusiaan, dan masa depan. Israel mungkin masih berdiri, tapi fondasi ekonominya retak, anggaran negaranya berdarah, dan rakyatnya kehilangan arah.
Dan seperti perang-perang lain sebelumnya, pertanyaan yang tersisa bukan siapa menang, tapi berapa lama luka ini bisa sembuh.
Editor : Hengki Utama