Kompastuntas.com— Harimau sang raja rimba kini berada di ambang kepunahan. Populasinya terus menurun akibat perburuan liar dan rusaknya habitat. Menurut data dari World Wildlife Fund (WWF) hanya tersisa sekitar 3.900 harimau liar di seluruh dunia. Memastikan populasi Harimau Sumatra memang bukan hal yang mudah karena memerlukan cara dan peralatan tertentu, termasuk menggunakan camera trap. Untuk mengamati Harimau, camera trap dipasang di tempat yang diperkirakan menjadi kantong populasi harimau secara sistematis. Sejak 1996, dengan perkiraan populasi yang hanya 400-500 ekor IUCN (International Union for Conservation of Nature) telah memasukkan Harimau Sumatra dalam Daftar Merah satwa terancam punah dengan status Kritis (Critically Endangered). Hanya tinggal selangkah lagi sebelum statusnya dinyatakan punah di alam.
Jika tren ini terus berlanjut bukan tak mungkin dunia akan menyaksikan kepunahan total salah satu predator paling ikonik di muka bumi. Kepunahan harimau bukan sekadar kehilangan spesies eksotis. Harimau memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Sebagai predator puncak, harimau mengendalikan populasi hewan herbivora seperti rusa dan babi hutan. Tanpa kehadiran mereka, jumlah herbivora bisa meledak, menyebabkan degradasi hutan akibat konsumsi tanaman secara berlebihan.
Ketidakseimbangan ini akan berdampak pada rantai ekosistem secara keseluruhan. Hutan yang rusak akan kehilangan kemampuannya sebagai penyerap karbon alami. Dampaknya bisa terasa secara global, memperparah krisis iklim yang sudah mengancam kehidupan manusia. Tidak hanya itu, hilangnya hutan akan meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Dari sisi budaya harimau juga memiliki posisi istimewa. Di berbagai kebudayaan Asia, harimau dipuja sebagai simbol kekuatan, keberanian, dan pelindung. Kepunahan harimau berarti hilangnya warisan budaya yang telah mengakar selama ratusan tahun. Generasi mendatang mungkin hanya mengenal harimau melalui gambar dan cerita.
Upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari perlindungan taman nasional hingga kampanye anti-perburuan. Namun, tantangan masih besar, terutama dalam penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat lokal. Tanpa kolaborasi lintas negara dan kesadaran masyarakat global, harimau mungkin benar-benar tinggal nama.
Kini, pertanyaannya bukan lagi “apakah harimau bisa punah?”, melainkan “apa yang akan kita lakukan agar itu tidak terjadi?”. Harimau bukan hanya milik hutan, tapi juga warisan dunia yang mencerminkan harmoni antara manusia dan alam. Kehilangan mereka, berarti kehilangan bagian penting dari keseimbangan kehidupan di bumi.
Penulis : Puspitorini Dian Hartanti
Editor : Hengki Padangratu