Skandal SPMB SMPN 2 Bandar Lampung Atlet Nasional Tersingkir, Sistem Diduga Sarat Kepentingan
Kompastuntas.com— Raja Basa, Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMPN 2 Kota Bandar Lampung diduga tidak lagi berpijak pada meritokrasi. Seorang atlet nasional, Alvisyah Aina Zahira yang mengharumkan nama Lampung di berbagai kejuaraan bergengsi justru tersingkir dari jalur prestasi. Yang lebih memilukan, skor yang ia dapat nyaris setara peserta lomba tingkat RT.
Aina bukan atlet sembarangan. Ia peraih Juara 2 Babak Kualifikasi PON 2024 cabang sepatu roda di Aceh-Sumut ajang resmi yang jadi syarat menuju pentas olahraga nasional tertinggi. Namun ironisnya, sertifikat itu hanya dihargai poin 1,75 oleh panitia SPMB. Sementara peserta lain, yang hanya menyodorkan gelar juara turnamen terbuka, justru diganjar poin 2 dan dinyatakan lolos.
“Kami diberi alasan aneh panitia tidak tahu level kejuaraan. Lalu, atas dasar apa mereka menilai?” kata Dimas, ayah Aina, kepada awak media.
Ia menyebut penilaian dilakukan secara serampangan. Tidak ada pelibatan ahli olahraga, tidak ada verifikasi faktual level kejuaraan, dan semua keputusan diserahkan pada guru yang tak memiliki kompetensi teknis menilai prestasi atlet.
“Kalau SPMB di sekolah negeri bisa segini buruknya, ini bukan lagi soal anak saya. Ini soal nasib banyak anak yang disingkirkan karena sistem yang busuk,” cetus Dimas, tajam.
Objektivitas Dicampakkan, Juknis Diabaikan
Jika mengacu pada Petunjuk Teknis SPMB 2025/2026 yang diterbitkan Pemkot Bandar Lampung, sertifikat prestasi non-akademik harus dikonversi berdasarkan level kejuaraan lokal, regional, nasional, hingga internasional. Namun dalam kasus Aina, aturan itu seperti hanya formalitas kertas.
Alih-alih memberi bobot lebih pada ajang resmi seperti Kualifikasi PON, panitia justru memberi poin lebih tinggi pada turnamen terbuka, yang levelnya tidak diakui KONI atau PB cabang olahraga.
“Anak saya juara di PON, mewakili Provinsi. Lawannya dari berbagai daerah. Sementara yang lolos malah juara dari turnamen terbuka. Lucunya, itu dianggap lebih tinggi nilainya. Apa logikanya?” tanya Dimas.
SMP Favorit, Tapi Seleksi Rasa Asal-asalan
SMPN 2 Bandar Lampung dikenal sebagai salah satu sekolah negeri favorit. Tapi dalam kasus ini, citra itu justru berubah menjadi kekecewaan publik. Praktik seleksi yang diduga tidak profesional membuat kredibilitas sekolah tercoreng.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Sekolah Abdul Khanif, M.Pd. tak membuahkan hasil. Telepon tidak diangkat, pesan WhatsApp hanya dibaca tanpa balasan. Sikap bungkam ini justru memperkuat dugaan: ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
Puluhan Medali, Tapi Gagal di Meja Panitia
Berikut sebagian daftar prestasi Alvisyah Aina Zahira yang diabaikan:
• Juara 2 Kualifikasi PON 2024 Aceh- Sumut
• 13 Emas di berbagai Kejuaraan Nasional Palembang Open, JIFC Jakarta, Slalom Semarang, Cirebon Open, Bandung BIFC
• 6 Emas dari Kejuaraan Piala Gubernur Lampung 2023–2024
Prestasi ini jelas menunjukkan Aina bukan atlet karbitan. Ia adalah aset olahraga Lampung. Tapi semua medali itu runtuh di hadapan panitia yang tak mengerti perbedaan antara kejuaraan nasional dan lomba mingguan.
Peringatan Keras bagi Dunia Pendidikan
Kasus Aina bukan sekadar cerita siswa gagal masuk sekolah. Ini alarm keras bahwa sistem pendidikan kita sedang sakit tidak transparan, tidak profesional, dan tidak berpihak pada yang benar-benar berprestasi.
Jika sistem seleksi di SMP favorit saja bisa seceroboh ini, berapa banyak anak berprestasi lain yang tumbang karena birokrasi yang lalai, atau bahkan diduga bermain mata?
Pemerintah Kota Bandar Lampung, terutama Dinas Pendidikan, tidak bisa tinggal diam. Ini bukan sekadar evaluasi teknis, tapi soal membersihkan akar persoalan apakah sistem ini dirancang untuk menjaring anak terbaik, atau untuk menyaring sesuai titipan?
Editor : Hengki Utama