Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampung, “Mengecam Tindakan Brimob Menginjak Demokrasi”
Kompastuntas.com— Bandar Lampung, 29 Agustus 2025. Sebuah rekaman video yang beredar cepat di media sosial memperlihatkan adegan mengejutkan kendaraan taktis milik Brimob diduga melindas seorang peserta aksi demonstrasi. Jeritan massa, kepanikan, dan tubuh korban yang terkapar menjadi potret buram wajah demokrasi di negeri ini.
Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Provinsi Lampung langsung bereaksi keras. Ketua PGK Lampung, Andri Trisko, S.H., M.H., menyebut tindakan aparat tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan kejahatan kemanusiaan.
“Polisi seharusnya mengayomi. Tapi peristiwa ini justru menunjukkan bagaimana aparat bisa menjadi ancaman nyata bagi nyawa rakyatnya sendiri,” kata Andri dengan nada tajam.
PGK menilai, insiden ini tak bisa dibiarkan menguap begitu saja. Ada tiga tuntutan mendesak yang mereka suarakan:
1. Kapolri harus segera membentuk tim investigasi independen untuk membongkar seluruh fakta di balik insiden. Siapa komandan lapangan? Apa instruksi yang diberikan? Mengapa kendaraan Brimob bisa sampai melindas warga?
2. Oknum pelaku wajib diseret ke pengadilan pidana. Bukan sekadar sanksi internal atau pemindahan jabatan. PGK menegaskan, publik sudah jenuh dengan pola impunitas yang kerap membentengi aparat bersenjata.
3. Standar penanganan aksi protes harus diubah total. Humanisme dan penghormatan terhadap HAM harus menjadi pondasi, bukan jargon kosong di atas kertas Perkapolri.
Andri menegaskan, tragedi ini adalah alarm keras. “Kalau hari ini seorang demonstran bisa dilindas, besok siapa yang bisa menjamin keselamatan rakyat lain yang bersuara?” ujarnya.
PGK Lampung juga mengirimkan pesan solidaritas bagi korban dan keluarganya. Mereka menekankan, darah yang tumpah di jalanan Lampung bukan hanya luka bagi keluarga, melainkan luka kolektif bagi demokrasi Indonesia.
Dalam sejarah reformasi, setiap kali kekerasan aparat mencuat, publik selalu mendengar janji evaluasi, janji transparansi, janji sanksi. Namun, jarang sekali publik melihat tuntasnya kasus.
Kini, masyarakat menanti, apakah Kapolri berani memutus rantai impunitas, atau justru mengulangi pola lama membiarkan rakyat dilindas tanpa keadilan?
Editor : Hengki Utama