Kantor Desa Banjar Agung Sepi Bak Kuburan Pelayanan Publik yang Absen, Warga Terabaikan
Kompastuntas.com— Lampung Timur, matahari belum mencapai titik puncaknya ketika Lucky Nurhidayah tiba di Kantor Desa Banjar Agung, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur. Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, namun suasana kantor yang seharusnya menjadi jantung pelayanan masyarakat itu justru sunyi senyap. Tak ada perangkat desa. Tak ada pelayanan. Hanya pintu-pintu tertutup dan halaman yang lengang, seperti tempat yang telah lama ditinggalkan penghuninya.
“Seperti kuburan massal,” ucap Lucky lirih, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Anti Korupsi Indonesia (LSM KAKI) Lampung, ketika menggambarkan suasana kantor desa itu. Ia tak menyembunyikan kemarahannya.
Sebagai aktivis antikorupsi, Lucky mengaku geram. Menurutnya, ketidakhadiran perangkat desa pada jam kerja bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi pengkhianatan terhadap amanat publik. Kantor desa, yang seharusnya menjadi tempat masyarakat mencari solusi dan pelayanan, justru kosong melompong di tengah hari.
“Saya sangat menyesalkan kondisi ini. Bagaimana masyarakat mau percaya pada pemerintah desa jika kantornya saja seperti rumah tak berpenghuni?” tegasnya.
Lebih dari itu, LSM KAKI meminta Bupati Lampung Timur segera mencopot Kepala Desa Banjar Agung, Hadi Suhendro. Lucky menilai kepala desa telah gagal menunjukkan kepemimpinan dan tanggung jawab publik.
“Saya minta Bupati jangan tutup mata. Ini bukan keluhan biasa. Ini soal pelayanan dasar yang tidak dijalankan,” ujarnya.
Kritik Warga Kantor Desa Hanya Buka Hari Senin
Kritik tak hanya datang dari aktivis. Warga Banjar Agung, yang meminta identitasnya dirahasiakan, membenarkan temuan tersebut. Ia mengaku kesulitan mengurus surat-surat karena kantor desa hanya aktif setiap hari Senin pagi.
“Kadang Senin aja cuma buka sampai jam 9. Sisanya tutup terus. Kami masyarakat jadi bingung harus kemana,” keluh warga tersebut.
Tinjauan Hukum, Bisa Masuk Pelanggaran Disiplin dan Administrasi Negara
Pakar hukum administrasi publik, Dr. Yudi Kurniawan, S.H., M.H., dari Universitas Lampung, menilai kasus ini tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, jika benar kantor desa tidak menjalankan fungsi pelayanan publik secara konsisten, maka ada indikasi pelanggaran hukum administrasi negara.
“Setiap aparatur desa memiliki kewajiban melayani masyarakat sesuai waktu kerja yang diatur. Jika tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin, sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, dan prinsipnya berlaku pula bagi perangkat desa berdasarkan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017,” jelas Yudi.
Ia menambahkan, apabila masyarakat dirugikan akibat absennya pelayanan, maka bisa saja diajukan gugatan hukum administrasi atau melaporkannya ke Inspektorat Daerah.
“Negara tidak boleh absen melayani warganya. Jika kepala desa terbukti lalai, maka bupati memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi hingga pemberhentian,” tambahnya.
Desakan Evaluasi Menyeluruh
LSM KAKI mendesak agar pengawasan terhadap seluruh kepala desa di Lampung Timur diperketat. Jangan sampai fenomena seperti di Banjar Agung menjadi hal lumrah. Lucky mengingatkan bahwa desa adalah ujung tombak pelayanan pemerintahan. Jika desa lumpuh, maka negara ikut pincang.
“Ini bukan sekadar soal kantor tutup. Ini soal etika publik, soal kepercayaan rakyat. Jika dibiarkan, maka rakyat bisa kehilangan harapan terhadap sistem pemerintahan,” pungkas Lucky Nurhidayah.
Penulis : Hengki utama