Kompastuntas.com— Lampung Timur, 8 Mei 2025 – Program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Lampung sejak 1 Mei hingga 31 Juli 2025, mulai menunjukkan dampak signifikan di lapangan. Di wilayah V UPTD Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)/Samsat Lampung Timur, lonjakan antusiasme wajib pajak menjadi bukti bahwa kebijakan ini lebih dari sekadar stimulus—ini adalah momentum perubahan perilaku fiskal.
Lonjakan luar biasa di hari kedua, Kepala UPTD V Sukadana, Azah Rawan Sangun, mengungkapkan bahwa pada hari biasa, hanya sekitar 200 hingga 300 kendaraan membayar pajak. Namun pada Jumat, 2 Mei 2025 hanya sehari setelah program dimulai angka itu meroket hingga lebih dari 800 unit. Angka ini belum termasuk pembayaran digital melalui platform E-Signal, E-Samdes, Bumdes, dan E-Salam.
Ini bukan hanya refleksi dari daya tarik program, tetapi juga indikasi kuat bahwa masyarakat sebenarnya siap patuh asalkan diberikan insentif yang masuk akal dan prosedur yang tidak membebani.
Lebih dari administrasi, sentuhan sosial perempuan pejabat diacara pemutihan pajak sangat unik. Program di Lampung Timur tidak berhenti pada penghapusan pajak dan denda, nuansa sosial turut mewarnai pelaksanaannya. Ibu Bupati, Ibu Kapolres, serta Ibu Ketua Dharma Wanita UPTD V Sukadana secara langsung terlibat dalam kegiatan sosial yang berlangsung di halaman Samsat. Mereka membagikan lebih dari 300 kotak snack, kopi, teh, dan susu kepada anak-anak yang turut hadir menemani orang tuanya.
Ini bukan sekadar aksi simbolis. Keterlibatan figur publik perempuan dalam kegiatan ini menyampaikan pesan kuat: pemenuhan kewajiban negara tidak harus kaku dan menegangkan—ia bisa inklusif, ramah keluarga, dan memberi pengalaman positif bagi masyarakat.
Sisi Kritis: Antusiasme Bisa Luntur Tanpa Konsistensi, Namun, program ini tetap menyisakan pertanyaan krusial: apakah antusiasme ini akan berlanjut setelah pemutihan berakhir?
Terlalu sering, program serupa hanya berfungsi sebagai window dressing mendongkrak angka pendapatan daerah dalam jangka pendek tanpa menyentuh akar permasalahan seperti lemahnya edukasi pajak, minimnya literasi digital, dan ketergantungan terhadap stimulus sementara.
Jika Pemerintah Provinsi Lampung ingin memanfaatkan momen ini sebagai batu loncatan, maka digitalisasi sistem, perbaikan pelayanan publik, serta penguatan pengawasan terhadap pungli dan percaloan harus menjadi prioritas berkelanjutan.
Ada yang menarik dari pemutihan bukan sekadar penghapusan, tapi penciptaan kepercayaan. Antusiasme di Lampung Timur menunjukkan satu hal, ketika diberi ruang untuk merasa dimudahkan dan dihargai, masyarakat tidak keberatan untuk taat. Kini, tugas pemerintah bukan lagi mengajak, tapi mempertahankan kepercayaan publik yang mulai tumbuh lewat program seperti ini.
Jika dikelola konsisten dan transparan, pemutihan pajak kendaraan 2025 bisa menjadi titik balik—bukan hanya untuk penerimaan daerah, tetapi juga untuk membangun budaya kepatuhan pajak yang lebih sehat dan berdaya.
Editor : Hengki Padangratu