Skandal SHM Ilegal di Lampung Barat 225 Sertifikat Terbit di Enam Kawasan Hutan Lindung
Kompastuntas.com—Lampung Barat, Skandal agraria kembali menyeruak dari jantung Provinsi Lampung. Sebuah laporan dari aktivis Gerakan Masyarakat Independen (GERMASI) membuka tabir dugaan penerbitan 225 Sertifikat Hak Milik (SHM) secara ilegal di atas enam kawasan hutan lindung di Kabupaten Lampung Barat.
Temuan tersebut menjadi sinyal bahaya atas potensi penyimpangan administrasi pertanahan yang diduga melibatkan oknum dari berbagai institusi, mulai dari ATR/BPN Lampung Barat, KPH Liwa, Dinas Kehutanan Provinsi, hingga Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah Lampung.
“Ini bukan kelalaian biasa. Ini indikasi perampokan kawasan hutan yang dilegalkan lewat jalur administratif,” tegas Ridwan Maulana, CPL., CDRA, pendiri GERMASI, saat menggelar konferensi pers pada Rabu (3/7/2025).
Peta Dugaan SHM Ilegal di Hutan Lindung
Berikut rincian lokasi dan jumlah SHM yang disebut diterbitkan di kawasan hutan lindung:
1. Register 44B Way Tenong Kenali 10 SHM
2. Register 17B Serarukuh 4 SHM
3. Register 48B Bukit Palakiah 15 SHM
4. Register 45B Bukit Rigis 85 SHM
5. Register 9B Gunung Seminung 95 SHM
6. Register 43B Krui Utara 16 SHM
Total 225 Sertifikat Hak Milik yang diduga diterbitkan di atas kawasan yang seharusnya dilindungi negara.
Ada Dugaan Kejahatan Terorganisir
GERMASI menyebut bahwa dugaan pelanggaran ini tak bisa dianggap sepele. “Ada pola. Ada keterlibatan. Ada keuntungan. Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Ini berpotensi sebagai tindak pidana yang sistematis,” kata Ridwan.
Setidaknya lima dugaan pelanggaran serius mengemuka dalam laporan GERMASI
1. Penerbitan sertifikat di kawasan hutan lindung, bertentangan dengan UU Kehutanan.
2. Dugaan penggunaan dokumen palsu dalam proses sertifikasi.
3. Manipulasi data batas wilayah dan pemilik.
4. Penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat di lintas instansi.
5. Indikasi pemalsuan dan tindakan melawan hukum untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Seruan GERMASI: Kejaksaan Harus Turun Tangan
GERMASI mendesak Kejaksaan Republik Indonesia, baik di daerah maupun pusat, untuk segera membuka penyelidikan menyeluruh. Lembaga ini juga meminta keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna memastikan status kawasan hutan yang sudah “dicaplok” melalui jalur administratif itu.
“Jika negara diam, maka negara menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Ini ujian bagi integritas penegakan hukum,” ujar Ridwan.
Pihak Terduga Masih Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, pihak ATR/BPN Lampung Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dan BPKH Wilayah Lampung belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan keterlibatan oknum mereka.
GERMASI menegaskan akan terus mengawal proses ini. Bagi mereka, mempertahankan kawasan hutan bukan hanya soal pelestarian lingkungan, tetapi juga bagian dari menjaga hak publik dari rongrongan mafia tanah berseragam.
“Hutan lindung bukan untuk dijual. Ia milik negara, milik generasi mendatang. Siapa yang merusaknya, harus diadili,” pungkas Ridwan.
Editor : Hengki Utama