Sengketa Kadafi–YATBL, Ketika Narasi Hukum Bertabrakan dengan Politik Identitas dan Dinamika Keluarga

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 7 Mei 2025 - 22:09 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sengketa Kadafi–YATBL, Ketika Narasi Hukum Bertabrakan dengan Politik Identitas dan Dinamika Keluarga

Sengketa Kadafi–YATBL, Ketika Narasi Hukum Bertabrakan dengan Politik Identitas dan Dinamika Keluarga

Kompastuntas.com —Jakarta, Laporan hukum terhadap Dr. Muhammad Kadafi ke Bareskrim Polri dan KPK oleh pengacara Yayasan Alih Teknologi Bandar Lampung (YATBL), Dendi Rukmantika, menandai fase baru dalam konflik yang tampaknya bukan sekadar persoalan legalitas jabatan rektor atau manajemen keuangan universitas. Lebih dari itu, ini adalah panggung pertarungan narasi—antara legal-formal, politik representasi, dan dinamika identitas internal sebuah yayasan keluarga yang kini bertransformasi menjadi entitas publik.

Disini terlihat narasi hukum sebagai Alat legitimasi, Laporan Dendi menempatkan Kadafi dalam bingkai pelanggaran terhadap UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta menyinggung persoalan keuangan yang diduga disalahgunakan. Framing ini membentuk persepsi publik bahwa persoalan ini adalah kasus penyalahgunaan jabatan yang serius, layak ditangani penegak hukum tertinggi, yakni Polri dan KPK.

Namun, narasi tandingan dibangun oleh penasihat hukum Kadafi, Sopian Sitepu, yang secara sistematis membongkar konstruksi pelaporan tersebut sebagai tendensius dan bermotif menjatuhkan citra. Sopian memframing kasus ini sebagai konflik internal yayasan yang dikemas dalam selubung hukum. Dalam narasinya, hukum dipakai bukan sebagai alat keadilan, melainkan sebagai senjata dalam perebutan legitimasi internal organisasi.

Baca Juga :  GERMASI Bantah Klaim Sutikno Soal Register 43 B Krui Utara Lokasi Masih Hutan Lindung Berdasarkan Peta Resmi Negara

Konstruksi Keluarga dan Kuasa, Lebih menarik lagi adalah bagaimana pihak Kadafi memasukkan unsur identitas keluarga ke dalam narasi pembelaan. Kadafi bukan sosok luar, melainkan anak kandung dari pembina yayasan. Ini bertujuan membentuk realitas bahwa keberadaan Kadafi dalam struktur YATBL dan Universitas Malahayati adalah alami, historis, dan sah secara moral maupun administratif.

Dengan menggunakan pendekatan konstruksionis, kita melihat bagaimana identitas personal Kadafi (anggota DPR RI, akademisi, dan anak pendiri yayasan) dipakai sebagai alat membangun kredibilitas dan otoritas moral di tengah pusaran tuduhan.

Dimensi politik representasi sangat kuat, Kadafi juga tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai anggota DPR RI 2024–2029. Ini yang dapat memperbesar resonansi politik dari laporan tersebut. Apakah laporan ini murni hukum? Atau bagian dari manuver yang lebih besar untuk melemahkan pengaruh politiknya, baik di level daerah maupun nasional?

Baca Juga :  Berita Duka: Mantan Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri Meninggal Dunia

Dalam konteks ini, pelaporan ke KPK menjadi simbol bahwa sengketa ini telah keluar dari ranah domestik lembaga pendidikan, masuk ke medan simbolik yang lebih tinggi: dugaan korupsi. Ini bukan hanya soal administrasi kampus, tetapi tentang akses terhadap sumber daya publik yang kini menjadi rebutan berbagai aktor.

Kesimpulannya apakah ini Sengketa atau Simbol dengan menggunakan pendekatan framing konstruksionis, sengketa antara Kadafi dan pihak pelapor tidak hanya harus dilihat sebagai konflik hukum biasa. Ini adalah pertarungan konstruksi realitas—siapa yang berhasil memengaruhi persepsi publik dan institusi penegak hukum, dia akan memegang kendali atas kebenaran sosial.

Apakah Kadafi adalah pemimpin sah yang difitnah dalam konflik keluarga? Atau sebaliknya, seorang politisi yang menggunakan jaringan kekuasaan untuk mempertahankan kendali atas lembaga strategis?

Jawabannya tidak hanya akan ditentukan oleh proses hukum. Tapi juga oleh siapa yang paling berhasil menguasai panggung narasi di tengah masyarakat yang haus kejelasan, namun mudah digiring oleh simbol.

Editor : Hengki Padangratu

Berita Terkait

Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila
Dekan FEB Unila Klarifikasi Terkait Penyebab Kematian PWK
Pentingnya Menjadi Jurnalis, Tantangan Era Digital
Sistemkah Yang Membuat Kita Takut Untuk Bicara Benar?
Kisruh Dana Hibah PCNU Bandarlampung, Yuhadi Minta Aji Mundur Saja Jika Tak Mampu Pimpin NU
Kebersamaan TNI dan Warga Warnai Pembangunan Jalan di Pekon Pemerihan
“Total tuntutan 24 Tahun, Pengacara Terdakwa Korupsi PDAM Lampung minta Bebas”
HUT ke-55: PWI Lampung Ambil Bagian Wujudkan Ketahanan Pangan
Berita ini 67 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 2 Juni 2025 - 19:10 WIB

Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila

Minggu, 1 Juni 2025 - 13:52 WIB

Dekan FEB Unila Klarifikasi Terkait Penyebab Kematian PWK

Sabtu, 31 Mei 2025 - 19:45 WIB

Pentingnya Menjadi Jurnalis, Tantangan Era Digital

Jumat, 30 Mei 2025 - 08:40 WIB

Sistemkah Yang Membuat Kita Takut Untuk Bicara Benar?

Kamis, 29 Mei 2025 - 10:52 WIB

Kisruh Dana Hibah PCNU Bandarlampung, Yuhadi Minta Aji Mundur Saja Jika Tak Mampu Pimpin NU

Berita Terbaru