“Diduga Satu Nama Kuasai Empat Media, MoU KONI Lampung Disorot: Aroma Monopoli di Balik Meja Humas”
Kompastuntas.com— Bandar Lampung, dugaan praktik monopoli media menyeruak di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung. Proses kerja sama publikasi antara Humas KONI dengan sejumlah media disebut berlangsung tertutup dan tidak melibatkan unsur pengurus lain.
Informasi yang beredar menunjukkan, daftar media rekanan ditentukan oleh sekelompok kecil pengurus tanpa mekanisme rapat atau evaluasi terbuka. Sejumlah pengurus bahkan mengaku baru mengetahui adanya MoU kerja sama setelah isu tersebut ramai diperbincangkan di internal.
“Kami tidak pernah tahu media mana saja yang diajak kerja sama. Sepertinya memang ada MoU, tapi tidak pernah dibahas secara terbuka,” ujar salah satu pengurus KONI yang meminta namanya tidak disebut.
Lebih mencengangkan, satu pemilik media dikabarkan menguasai hingga empat media sekaligus dalam daftar rekanan publikasi KONI Lampung. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pengaturan sepihak dan potensi keuntungan pribadi dalam pengelolaan anggaran publikasi lembaga.
Langkah yang seharusnya menjadi strategi komunikasi organisasi justru berubah menjadi isu sensitif yang mencoreng wajah transparansi KONI.
Publikasi yang Tak Terpublikasi
Kerja sama media idealnya dilandasi prinsip profesionalitas dan keterbukaan, terutama bila bersumber dari dana organisasi. Namun, dalam kasus KONI Lampung, prosesnya justru gelap.
“Setiap kerja sama yang menggunakan anggaran lembaga wajib diputuskan secara terbuka dan dilaporkan ke internal. Kalau dilakukan diam-diam, sangat wajar kalau muncul dugaan monopoli,” ujar seorang pengamat media lokal.
Ia menambahkan, tanpa transparansi, kerja sama publikasi berisiko menjadi alat distribusi keuntungan bagi segelintir orang, bukan sarana membangun citra positif organisasi olahraga daerah.
Ketua KONI: “Tidak Boleh Ada Monopoli”
Menanggapi kabar tersebut, Ketua Umum KONI Lampung Ir. Taufik Hidayat mengaku belum menerima laporan resmi dari pengurus bidang publikasi. Namun ia menegaskan bahwa prinsip keterbukaan harus menjadi dasar dalam setiap bentuk kerja sama.
“Terima kasih informasinya. Nanti saya cari tahu lebih rinci karena Don Peci belum melapor soal ini,” kata Taufik saat dihubungi, seraya menegaskan, “Seharusnya terbuka, tidak boleh ada monopoli, meski tetap disesuaikan dengan anggaran yang ada.”
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Publikasi dan Media, Achmad Chrisna Putra, yang disebut berperan dalam penentuan media rekanan, belum memberikan tanggapan. Nomor ponselnya tidak aktif saat dikonfirmasi.
Tuntutan Transparansi
Beberapa anggota internal berharap, KONI Lampung segera membuka daftar resmi media rekanan dan mekanisme kerja sama yang dijalankan. Langkah itu dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan publik sekaligus memastikan organisasi olahraga ini tak dikuasai kepentingan kelompok kecil.
“KONI harus memberi contoh soal tata kelola yang bersih. Kalau urusan publikasi saja sudah tertutup, bagaimana publik bisa percaya?” ujar seorang anggota lainnya.
Isu monopoli media ini menjadi sinyal kuat bahwa di balik meja humas, masih banyak ruang gelap yang perlu diterangi.
Editor : Hengki Utama









