Renggut Pesta Demokrasi, Diskualifikasi Pilkada Bukan Ranah MK

Avatar photo

- Jurnalis

Senin, 28 April 2025 - 11:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kompastuntas.com— Berdasarkan inventarisir data dari website Mahkamah Konstitusi (MK), Dari 26 perkara pilkada yang di kabulkan MK pada Februari 2025, 24 diantaranya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah untuk  melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Dari 24 putusan PSU tersebut, 14 daerah melakukan PSU di seluruh TPS dan 10 daerah melakukan PSU di sebagian TPS. Dari 14 perkara yang dijatuhkan PSU di seluruh TPS, ada total 12 orang dari 11 daerah yang dinyatakan diskualifikasi pencalonannya oleh MK diantaranya yaitu 1 calon wakil gubernur, 1 calon walikota, 8 calon bupati dan 2 calon wakil bupati.

Menurut Heri Hidayat dari Kantor Yayasan LEGAL  (Lembaga Advokasi Lampung) Yang menjadi persoalan, apakah diskualifikasi calon merupakan bagian dari sengketa perselisihan hasil pilkada yang dapat diadili oleh MK ?

Sebelumnya, Pilkada serentak se-Indonesia diselenggarakan pada tahun 2024, sebanyak 545 daerah telah menyelenggarakan pesta demokrasi dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota.Banyak peserta yang tidak puas terhadap hasil pilkada tersebut dan menempuh jalur gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilkada ke MK.

Sebanyak 310 perkara dari 249 daerah (dalam satu daerah ada lebih dari satu perkara) teregistrasi di MK yaitu 23 perkara PHPU Gubernur dan Wakil Gubernur, 49 perkara PHPU Walikota dan Wakil Walikota serta 238 perkara PHPU Bupati dan Wakil Bupati.Dari seluruh perkara tersebut, hanya 40 perkara yang berlanjut ke pembuktian. Hingga akhirnya MK mengabulkan 26 perkara, menolak 9 perkara dan 5 perkara dinyatakan tidak dapat diterima.

Baca Juga :  Ciri-Ciri Orang Kelas Menengah Atas, Anda Termasuk?

Sengketa Proses dan Sengketa Hasil

Menurut Pasal 156 UU Pilkada, sengketa hasil adalah sengketa berkaitan dengan hasil perolehan suara yang signifikan (diajukan dengan syarat ambang batas persentase / tertentu). Maka secara logis persoalan apapun diluar penetapan hasil perolehan suara (termasuk pelanggaran administratif dan pidana) adalah bagian dari sengketa tahapan / proses.

Secara legalitas, awalnya kewenangan MK dalam menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) diatur dalam dasar hukum tertinggi yaitu pasal 24C ayat 1 UUD 1945, diperkuat dengan UU Pemilihan Umum. Kewenangan tersebut terbatas padapersoalan Pileg dan Pilpres.

Mengenai pilkada, mulanya MK tidak memiliki landasan hukum untuk menangani sengketa hasil, UU Pilkada telah mengatur tersendiri tentang penyelesaian sengketa pilkada melalui lingkupMahkamah Agung (MA).

Dalam perubahannya, UU Pilkada mengamanatkan pembentukanbadan peradilan khusus sengketa hasil perolehan suara, namun MK diberi kewenangan sementara untuk mengadili sengketa hasilpilkada sepanjang badan peradilan khusus belum terbentuk.

Pada perkembangannya, MK justru menghapuskan  ketentuan pembentukan  badan  peradilan  khusus dan melegalkan perannya sebagai pengadil “permanen” sengketa hasil pilkada melalui produk hukumnya sendiri melalui Putusan 85/PUU-XX/2022 (uji materi UU Pilkada oleh Perludem). Apakah dengan putusan tersebut MK dapat serta merta mengadili semua persoalan Pilkada?

Perlu dicermati bahwa putusan tersebut hanya berkaitan dengan uji materi pasal 157 ayat (1), (2) dan (3) mengenai domain peradilan yang berwenang menangani perselisihan hasil. Maka sebenarnyaMK hanya tetap berwenang untuk sebatas mengadili hasil, bukan mengadili prosesnya.

Baca Juga :  KPU Pesawaran Tetapkan Dua Pasangan Calon

Sedangkan untuk sengketa proses, baik dalam UU Pemilu maupunPilkada sudah sangat jelas bahwa kewenangan menangani sengketa proses tersebut adalah domain Bawaslu dan peradilan lingkunganMA.

Meskipun substansi putusan diskualifikasi oleh MK merupakan suatu hal yang “mungkin” baik dalam menopang demokrasi, namun secara legal formil ada kekeliruan / malprosedur dalam penegakan hukumnya.

Sengketa proses yang berkaitan dengan pelanggaran administratif kecuali TSM sebagaimana dimaksud pasal 135A ayat (1) UU Pilkada) sepatutnya dapat diselesaikan pada tahap awal penyelenggaraan pilkada (sebelum pemungutan suara) dan bukan di akhir penyelenggaraan, sehingga tidak perlu untuk membatalkan pemungutan suara yang telah dilakukan terlebih lagi melakukan PSU menyeluruh dalam satu daerah.

Fenomena diskualifikasi ini bukan kelaziman dalam sejarah sengketa hasil di MK. Pilkada yang telah dilaksanakan menjadi sia-sia, PSU di seluruh TPS juga pasti membutuhkan anggaran besar, hal ini tidak sejalan dengan kebijakan efesiensi anggaran yang sedang digaungkan pemerintah. Ini bukan kesalahan KPU maupun Bawaslu semata, melainkan disebabkan juga oleh implementasihukum yang keliru khususnya tentang batas wewenang mengenai sengketa proses dan sengketa hasil.

Pada kenyataannya MK sudah memutuskan, keputusan tersebutfinal dan mengikat, sehingga harus dilaksanakan sesuai bunyi amar putusannya masing-masing.

Penting bagi DPR RI maupun Pemerintah kedepannya untuk segera merevisi UU Pilkada atau merangkum segala perubahan regulasi pilkada dan mengkodifikasikan kedalam rancangan UU Pilkada terbaru yang menegaskan bahwa sengketa proses dan sengketa hasiltidak dapat diadili pada waktu yang bersamaan diakhir pilkada.

Penulis : HERI HIDAYAT, S.H.

Editor : Hengki Padangratu

Berita Terkait

Di Balik Tenaga Raksasa Energi Nasional ini 11 Kampus Pemasok Utama SDM ke Pertamina dan PLN
Faishol Djausal Resmi Daftar sebagai Calon Ketua Umum KONI Lampung 2025–2029
PPDB Lampung 2025 Dinilai Kaku dan Diskriminatif, LSM KAKI Ajak Aktivis dan Penegak Hukum Awasi Ketat
Kemenag Lampung Klarifikasi Dugaan Penyimpangan Pembangunan Gedung Asrama Haji
Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila
Dekan FEB Unila Klarifikasi Terkait Penyebab Kematian PWK
Pentingnya Menjadi Jurnalis, Tantangan Era Digital
Sistemkah Yang Membuat Kita Takut Untuk Bicara Benar?
Berita ini 594 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Rabu, 18 Juni 2025 - 12:38 WIB

Di Balik Tenaga Raksasa Energi Nasional ini 11 Kampus Pemasok Utama SDM ke Pertamina dan PLN

Senin, 16 Juni 2025 - 14:46 WIB

Faishol Djausal Resmi Daftar sebagai Calon Ketua Umum KONI Lampung 2025–2029

Sabtu, 14 Juni 2025 - 18:57 WIB

PPDB Lampung 2025 Dinilai Kaku dan Diskriminatif, LSM KAKI Ajak Aktivis dan Penegak Hukum Awasi Ketat

Jumat, 13 Juni 2025 - 21:03 WIB

Kemenag Lampung Klarifikasi Dugaan Penyimpangan Pembangunan Gedung Asrama Haji

Senin, 2 Juni 2025 - 19:10 WIB

Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila

Berita Terbaru