Potret Buram Pendidikan di Pulau Tabuan: Guru SMK Dibayar Rp150 Ribu, Sementara Tanggamus Punya 556 Guru SMK
Kompastuntas.com—Tanggamus, Kedatangan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico, ke SMKN Pulau Tabuan, Kecamatan Cukuh Balak, Jumat (12/9/2025), meninggalkan jejak keprihatinan yang dalam. Apa yang ia temukan di sekolah menengah kejuruan negeri yang baru berdiri sejak Juli 2024 itu nyaris di luar nalar: seluruh tenaga pendidik berstatus honorer dengan bayaran hanya Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per bulan.
“Saya satu-satunya PNS. Sepuluh guru lain di sini semuanya honorer. Bahkan ada yang belum masuk Dapodik karena terkendala sinyal,” ujar Kepala SMKN Pulau Tabuan, M. Ruzabari, blak-blakan di hadapan Kadisdikbud.
Fakta itu sontak membuat Thomas Amirico terdiam. Wajahnya mengernyit, lalu memandang deretan pendidik di depannya dengan sorot mata sendu. “Honor Rp100 ribu–Rp150 ribu per bulan untuk guru? Ini kondisi yang sangat memprihatinkan,” ungkap Thomas kemudian.
Sekolah Tanpa BOS, Hidup dari Swadaya
Sejak berdiri, SMKN Pulau Tabuan dengan 50 siswa belum pernah menerima kucuran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk menutup kebutuhan operasional, sekolah bergantung pada swadaya masyarakat dan bantuan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Bahkan pembayaran honor beberapa bulan terakhir ditopang oleh Kepala Cabang Dinas (Kacabdin).
“Bayar listrik, beli kebutuhan sekolah, semua dari swadaya. BOS tidak ada,” kata Ruzabari.
Situasi ini memperlihatkan jurang lebar antara kebijakan pendidikan di atas kertas dan realitas di lapangan, terutama di daerah 3T (Terluar, Terjauh, Tertinggal) seperti Pulau Tabuan.
Kontras dengan Data BPS
Ironisnya, data resmi BPS menunjukkan Tanggamus tidak kekurangan sumber daya pendidikan menengah kejuruan. Pada tahun ajaran 2021/2022, Kabupaten Tanggamus tercatat memiliki 26 SMK dengan total 8.130 siswa dan 556 guru.
Namun data ini tidak membedakan berapa yang berstatus PNS dan berapa honorer. Kekosongan data itu justru menggarisbawahi lemahnya transparansi tenaga pendidik di tingkat daerah.
Jika dibandingkan, kondisi SMKN Pulau Tabuan yang hanya memiliki satu guru PNS sementara sepuluh lainnya honorer bergaji setara uang transport harian, jelas menunjukkan ketimpangan. Guru di sekolah negeri yang seharusnya mendapat perlindungan negara, justru berada di posisi paling rentan.
Solusi Setengah Hati?
Merespons temuan ini, Thomas Amirico berjanji akan mengupayakan agar guru di SMKN Pulau Tabuan bisa masuk dalam program Lampung Mengajar sehingga memperoleh tambahan insentif. Ia juga mendorong adanya kolaborasi lintas jenjang pendidikan di Pulau Tabuan mulai dari SD hingga SMP agar angka anak tidak sekolah (ATS) bisa ditekan dan lulusan SMP diarahkan melanjutkan ke SMK.
Namun janji program insentif belum menyentuh akar persoalan: minimnya kepastian status dan jaminan kesejahteraan guru honorer.
Alarm bagi Pemerintah Daerah
Kisah Pulau Tabuan menjadi potret buram wajah pendidikan di daerah-daerah 3T Lampung. Di atas kertas, Tanggamus punya ratusan guru SMK, tapi di lapangan, ada sekolah negeri yang sepenuhnya bergantung pada pengorbanan honorer dengan honor di bawah upah buruh harian lepas.
Jika pemerintah provinsi dan kabupaten tidak segera menutup jurang ketidakadilan ini, maka jargon pemerataan pendidikan hanya akan tinggal slogan.
“Harus lahir dari Pulau Tabuan ini anak-anak yang sukses nantinya. Tapi bagaimana itu bisa terwujud kalau gurunya sendiri harus hidup dengan honor Rp100 ribu per bulan?”
Editor : Hengki Utama