Perjalanan Wartawan From Zero To Hero

Avatar photo

- Jurnalis

Jumat, 4 April 2025 - 19:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perjalanan Seorang Wartawan From Zero To Hero , Opini dari Wartawan Senior Lampung Bayumi Adinata

Kompastuntas.com – Saya sering termenung menyaksikan perkembangan dunia jurnalisme saat ini. Begitu mudahnya seseorang mendirikan media, membuat website sederhana, lalu menyebut dirinya sebagai pemilik media atau bahkan “jurnalis”. Tanpa proses, tanpa pengkaderan, tanpa pengalaman. Sungguh berbeda dengan zaman ketika saya memulai langkah sebagai seorang wartawan. Ada peluh, ada kegamangan, dan ada dedikasi yang dibangun pelan-pelan dari nol.

Dulunya pada tahun 2010, saya bekerja sebagai packing koran cetak Radar Tulang Bawang (Tuba) (Group Radar Lampung) tiap malam pukul 23.00 hingga 04.00 WIB aku jalani untuk menunggu hasil cetak koran Radar Tuba dan juga berkesempatan membantu koran cetak Radar Lampung.
Itu aku jalani tiap harinya. Meski pada waktu itu gajiku hanya Rp.250.000,-Namun, aku tetap semangat tanpa lelah bekerja.

Menjadi wartawan. Semua dimulai pada tahun 2011, ketika saya ditawari pekerjaan sebagai wartawan oleh salah satu pemimpin grup media besar di Lampung—Grup Radar Lampung. Sejujurnya, saat tawaran itu datang, saya tidak langsung mengiyakan. Dalam hati, ada rasa takut, ada rasa tidak percaya diri. Wartawan? Saya bahkan belum tahu benar apa itu jurnalisme. Apa tugasnya? Bagaimana cara kerjanya? Apakah saya mampu?

Namun, dua tokoh penting dalam hidup saya di awal karier jurnalistik itu, Bang Nizwar—Pemimpin Redaksi Radar Lampung—dan Kak Adi Kurniawan, Direktur Utama Radar TV, memberi nasihat yang mengubah arah hidup saya.
“Ambil, Bayu. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Kamu harus berkembang. Lebih baik kerja di lapangan daripada tiap malam begadang urus koran sampai subuh.”

Perkataan itu terpatri dalam hati. Dengan bismillah dan modal nekat, saya menerima tawaran itu. Saya ditempatkan di pos Pemerintah Provinsi Lampung, meliput kegiatan pemerintahan, dinamika birokrasi, dan hiruk pikuk dunia politik daerah. Saya belajar langsung di lapangan, dengan pengalaman sebagai guru terbaik.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun saya lalui dengan penuh dinamika. Saya belajar memahami kode etik, menyusun lead yang tajam, menulis berita yang lugas, dan tentu saja membangun jaringan yang luas. Tak hanya berita, saya juga mulai memahami sisi komersial media, seperti bagaimana menjalin kerja sama dengan dinas-dinas untuk publikasi dan iklan. Dari situ, saya mulai mendapatkan penghasilan tambahan yang sangat berarti.

Baca Juga :  Pentingnya Menjadi Jurnalis, Tantangan Era Digital

Mencari Warna Baru
Tujuh tahun berlalu. Tahun 2018, saya memutuskan untuk keluar dari Harian Rakyat Lampung dan bergabung dengan rilislampung.id. Langkah ini saya ambil bukan karena jenuh, melainkan karena ingin mengeksplorasi dunia media digital yang mulai berkembang pesat. Tawaran datang dari seorang wartawan senior yang sangat saya hormati, Bang Segan Petrus Simanjuntak.

Di rilislampung.id, saya kembali dipercaya menempati pos Pemprov Lampung. Namun, di sinilah saya mendapatkan momentum penting dalam karier: saya mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) jenjang Madya. Proses ujiannya tidak mudah, menegangkan, tapi justru di situ saya merasa ditempa secara profesional.

Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus. Saya begitu bahagia ketika nama saya akhirnya terdaftar sebagai wartawan tersertifikasi di Dewan Pers. Rasanya seperti naik satu level, menjadi jurnalis yang tak sekadar bisa menulis, tapi juga memahami kaidah, hukum, dan etika jurnalistik secara utuh.
Terima kasih saya sampaikan kepada para senior di rilislampung.id—Bang Ade Winarso, Adi Pranoto, Wirahadikusumah, dan Bang Segan. Tanpa bimbingan mereka, saya tak akan sejauh ini.

Melewati Batas Kegagalan
Tahun 2021, saya pindah ke headline Lampung. Namun, tidak lama saya bertahan di sana. Tahun 2023, datang lagi peluang emas. Bang Wirahadikusumah, Ketua PWI Lampung sekaligus CEO rilislampung.id, mengajak saya mengikuti UKW jenjang Utama.

“Bayu, ayo ikut UKW Utama. Kalau kamu ingin jadi Pemimpin Redaksi dan punya media sendiri, itu syarat mutlak.”
Ajakan itu menyulut semangat saya. Saya mendaftar, belajar keras, dan mengikuti seluruh proses. Namun, takdir berkata lain. Saya gagal. Rasa kecewa tentu ada. Tapi Bang Wira kembali hadir menyemangati saya, menyampaikan bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju keberhasilan.

Baca Juga :  Faishol Djausal Resmi Daftar sebagai Calon Ketua Umum KONI Lampung 2025–2029

Awal 2024, saya mencoba lagi. Dan kali ini, alhamdulillah, saya lulus UKW jenjang Utama. Kartu UKW itu bukan sekadar identitas, tapi simbol perjuangan panjang, bukti profesionalisme, dan bentuk pengakuan bahwa saya layak berdiri di garda depan sebuah media.

Saya sangat berterima kasih kepada para penguji— Supriyadi Alfian (Bang Yadi) Direktur Utama Media Momentum dan Wirahadikusumah (Bang Wira) Ceo rilislampung.id. Mereka tidak hanya menilai, tetapi juga memberikan pelajaran dan pengalaman berharga.

Refleksi Seorang Wartawan
Kini, saya adalah seorang Pemimpin Redaksi dan pemilik media sendiri. Namun, ketika saya menengok ke sekitar, hati ini miris. Begitu banyak orang yang dengan mudahnya membentuk media tanpa pernah mencicipi susah payahnya menjadi jurnalis. Tanpa UKW, tanpa pengalaman lapangan, tanpa memahami bagaimana menulis berita yang berimbang. Padahal, Ketua PWI Lampung sendiri pernah menekankan, UKW Utama adalah syarat penting untuk bisa membangun dan memimpin media secara profesional.

Tapi mungkin zaman memang sudah berubah. Dulu, wartawan adalah profesi yang dibangun dengan waktu, kesabaran, dan tempaan keras. Sekarang, semua serba instan. Namun saya tetap percaya, nilai-nilai kejujuran, integritas, dan profesionalisme akan tetap menjadi penentu kualitas seorang jurnalis, tak peduli bagaimana pun perkembangan teknologinya.

Kini fokus saya hanya satu: kerja, kerja, dan kerja. Mengembangkan media yang saya rintis sendiri agar dapat bersaing di tengah ribuan media yang ada di Provinsi Lampung. Saya ingin media saya menjadi tempat lahirnya jurnalis-jurnalis berkualitas, yang tak hanya bisa menulis, tapi juga berpikir dan menjunjung tinggi etika.

Perjalanan ini belum selesai. Saya masih terus belajar, terus berjuang. Tapi jika hari ini saya menoleh ke belakang, saya bisa berkata dengan bangga: “Saya memulai semuanya dari nol. Dan saya bersyukur, tidak pernah menyerah.”

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sehat dan hormat untuk semua senior, kolega, dan pembaca setia. Tabik pun.

Editor : Hengki Padangratu

Berita Terkait

Faishol Djausal Resmi Daftar sebagai Calon Ketua Umum KONI Lampung 2025–2029
PPDB Lampung 2025 Dinilai Kaku dan Diskriminatif, LSM KAKI Ajak Aktivis dan Penegak Hukum Awasi Ketat
Kemenag Lampung Klarifikasi Dugaan Penyimpangan Pembangunan Gedung Asrama Haji
Manuver Hukum Kepala BKPSDM Metro Dinilai sebagai Strategi Alih Isu
Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila
Dekan FEB Unila Klarifikasi Terkait Penyebab Kematian PWK
Pentingnya Menjadi Jurnalis, Tantangan Era Digital
Sistemkah Yang Membuat Kita Takut Untuk Bicara Benar?
Berita ini 16 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 16 Juni 2025 - 14:46 WIB

Faishol Djausal Resmi Daftar sebagai Calon Ketua Umum KONI Lampung 2025–2029

Sabtu, 14 Juni 2025 - 18:57 WIB

PPDB Lampung 2025 Dinilai Kaku dan Diskriminatif, LSM KAKI Ajak Aktivis dan Penegak Hukum Awasi Ketat

Jumat, 13 Juni 2025 - 21:03 WIB

Kemenag Lampung Klarifikasi Dugaan Penyimpangan Pembangunan Gedung Asrama Haji

Sabtu, 7 Juni 2025 - 20:34 WIB

Manuver Hukum Kepala BKPSDM Metro Dinilai sebagai Strategi Alih Isu

Senin, 2 Juni 2025 - 19:10 WIB

Dekan FEB Mempersilakan Polda Lampung Ambil Alih Pemeriksaan Kematian Mahasiswa Di Unila

Berita Terbaru

Pemerintahan

Jangan Sebut Aku Anak Kecil, Paman: Namaku Marindo Kurniawan

Minggu, 15 Jun 2025 - 20:49 WIB