Ketegangan Thailand–Kamboja Membara Lagi Artileri Berat Bicara, Diplomasi Bungkam
Kompastuntas.com—Buriram, Thailand Suasana pagi di Provinsi Buriram, Thailand, Jumat (25/7/2025), mendadak berubah mencekam. Deru kendaraan lapis baja mengoyak keheningan, menyusul dentuman artileri berat dari kejauhan. Batas darat antara Thailand dan Kamboja kembali menjadi medan uji nyali. Perbatasan yang lama dirundung bara kini meledak dalam kobaran konflik bersenjata.
Eskalasi yang terjadi sejak Kamis (24/7) belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda.
Sebaliknya, Jumat dini hari, bentrokan kembali pecah kali ini jauh lebih sengit. Militer Thailand mengklaim serangan datang dari wilayah Kamboja, menggunakan sistem roket BM-21 Grad buatan Rusia.
Provinsi Ubon Ratchathani dan Surin jadi titik panas utama, dengan suara ledakan yang terdengar hingga puluhan kilometer.
Komando Angkatan Darat Thailand langsung mengerahkan konvoi besar ke garis depan. Truk-truk militer melintas cepat, disusul barisan kendaraan tempur dan tank yang menggelinding di jalanan Buriram, mengabarkan bahwa diplomasi telah digantikan oleh pengeras suara artileri.
“Ini bukan lagi sekadar gesekan,” ujar seorang pejabat militer Thailand yang enggan disebutkan namanya kepada Tempo. “Ini sudah menjadi konfrontasi terbuka yang bisa menjalar ke mana-mana.”
Di sisi lain, pemerintah Kamboja belum merilis pernyataan resmi. Namun sejumlah laporan dari Phnom Penh menyebutkan bahwa serangan balasan dilakukan untuk “melindungi integritas wilayah”. Klaim yang saling bertabrakan ini mempertegas bahwa medan diplomatik di kawasan ASEAN sedang goyah, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun belum bersuara lantang.
Sejumlah negara tetangga seperti Vietnam, Laos, hingga Malaysia mendesak kedua negara menahan diri. Namun hingga laporan ini diturunkan, desakan gencatan senjata tak ubahnya gema di padang kosong bergema, tapi tak berdaya menghentikan ledakan-ledakan yang terus bersahutan.
Konflik perbatasan Thailand–Kamboja memang bukan barang baru. Perselisihan lama terkait klaim atas kawasan Candi Preah Vihear yang sudah berlangsung sejak 1960-an masih menyisakan dendam terpendam, meskipun putusan Mahkamah Internasional pada 2013 telah memenangkan Kamboja. Dalam praktiknya, garis demarkasi masih menyimpan banyak ranjau baik secara harfiah maupun politis.
Kini, ketika percikan lama kembali tersulut di tengah iklim politik domestik yang juga menghangat di kedua negara, pertanyaan besar muncul apakah kawasan ini sedang melangkah menuju perang terbuka? Atau, seperti yang kerap terjadi dalam sejarah Asia Tenggara, konflik ini akan berakhir di meja perundingan setelah cukup banyak darah ditumpahkan?
Editor : Hengki Utama









