Gubernur Lampung Desak Hilirisasi Tak Mau Daerahnya Terus Jadi Kuli Ekonomi Nasional
Kompastuntas.com—Jakarta, kembali Lampung bicara soal hilirisasi. Tapi kali ini, bukan di seminar atau rapat koordinasi daerah. Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, langsung menemui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, membawa satu pesan tegas Lampung tidak mau terus-terusan menjadi penyuplai bahan mentah tanpa nilai tambah.
“Selama ini kita terlalu lama jadi buruh dalam rantai ekonomi nasional. Produksi tinggi, tapi nilai tambah lari ke luar. Ini harus diakhiri,” kata Gubernur Mirza dalam pertemuan tersebut, yang juga dihadiri jajaran pejabat eselon I Kemenperin.
Mirza tak hanya datang membawa keluhan. Ia mengusulkan pembentukan kawasan industri baru berbasis komoditas unggulan Lampung gabah, jagung, singkong, karet, kopi, dan cokelat yang selama ini digerus habis sebelum sempat diolah di kampung sendiri.
Ia menyoroti lambannya hilirisasi sektor pertanian dan perkebunan di daerah yang selama ini hanya menjadi lumbung pangan nasional. Padahal, kata dia, Lampung punya semua bahan baku melimpah, pelabuhan ekspor, dan pasar tenaga kerja. Yang kurang hanya keberanian regulasi dan kehadiran negara.
“Kami butuh dukungan pemerintah pusat, bukan sekadar janji atau proyek mercusuar yang tak menyentuh akar,” katanya. Ia menekankan pentingnya regulasi afirmatif agar investor industri turunan tak hanya berkumpul di Pulau Jawa.
Langkah hilirisasi ini bukan hal baru, tapi Lampung tampak serius kali ini. Sejumlah kebijakan sudah ditempuh: penetapan harga dasar gabah dan ubi kayu, pengendalian distribusi, penyediaan alat pertanian modern, hingga pembangunan silo sebagai bagian dari sistem logistik pertanian.
Namun, semuanya akan macet jika tidak ditopang oleh kebijakan industri yang tegas. “Kalau semua bahan baku tetap dikirim ke luar dalam bentuk mentah, kapan kita bisa membangun pabrik? Kapan petani bisa naik kelas?” tegas Mirza.
Ia mencontohkan potensi industri sorbitol dari singkong, atau produk olahan kopi dan cokelat yang saat ini malah lebih banyak dikembangkan di luar Lampung. “Kita yang punya bahan, mereka yang ekspor. Ini ironi.”
Gubernur juga menggarisbawahi perlunya perluasan kawasan industri sebagai fondasi transformasi ekonomi berbasis nilai tambah. “Tanpa kawasan industri, kita hanya akan memoles pertanian dengan kosmetik bantuan, bukan membangun ekonomi yang tahan uji.”
Audiensi ini turut dihadiri oleh Sekjen Kemenperin Eko SA Cahyanto, Dirjen ILMATE Setia Diarta, Dirjen KPAII Tri Supondi, dan Direktur Industri Makanan dan Perikanan Dian Arneta. Dari Pemprov Lampung, Gubernur didampingi oleh Asisten II Perekonomian dan Kepala Dinas Perdagangan.
Langkah Gubernur Mirza ini bisa dibaca sebagai pesan politik juga bahwa Lampung tak mau hanya jadi penonton dalam narasi besar industrialisasi nasional. Pertanyaannya, apakah Jakarta siap menjawab dengan kebijakan nyata, atau hanya kembali menyambutnya dengan tepuk tangan tanpa tindakan?
Editor : Hengki Utama