India dan Pakistan Sepakat Gencatan Senjata: Realisme Strategis di Tengah Ancaman Perang Nuklir
Kompastuntas.com—ISLAMABAD, Setelah ketegangan yang nyaris menyeret dua negara bersenjata nuklir ini ke jurang perang terbuka, India dan Pakistan akhirnya menyepakati gencatan senjata. Meski dinilai rapuh, kesepakatan ini mencerminkan perhitungan strategis dari kedua belah pihak yang sama-sama berusaha menjaga martabat nasional tanpa memperluas konflik.
Kemenangan Versi Masing-Masing
Michael Shoebridge, Direktur Strategic Analysis Australia, menilai keputusan gencatan senjata dilandasi oleh perasaan “menang” di kedua sisi. “India mengklaim telah menghancurkan markas teroris dan sasaran militer di wilayah Pakistan. Di sisi lain, Pakistan mengklaim keberhasilan menembak jatuh jet tempur canggih India. Ini memberi ruang bagi kedua negara untuk mundur tanpa kehilangan muka,” jelasnya kepada Al Jazeera.
Dalam konflik yang dibalut nasionalisme dan dendam historis—terutama sengketa berkepanjangan di Kashmir—klaim kemenangan ini menjadi alat vital untuk menjaga dukungan domestik sekaligus menghindari tekanan internasional.
Gencatan Senjata: Langkah Taktis atau Strategi Jangka Panjang?
Meski beberapa pelanggaran sempat terjadi setelah perjanjian diumumkan, Shoebridge optimistis bahwa kesepakatan ini akan bertahan dalam waktu yang cukup lama. “Saya kira pelanggaran itu lebih bersifat insidental. Kedua belah pihak tampaknya serius menghindari eskalasi lanjutan,” ujarnya.
Namun, analis regional mengingatkan bahwa tanpa solusi permanen terhadap akar konflik—yakni status Kashmir—gencatan senjata ini tetap berada di ujung tanduk. Apalagi sejarah membuktikan bahwa setiap jeda damai di antara keduanya hampir selalu bersifat sementara.
Kalkulasi Politik dan Tekanan Global
Kesepakatan ini juga tak bisa dilepaskan dari tekanan internasional. Negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok, mendorong stabilitas kawasan. Selain itu, situasi ekonomi domestik kedua negara yang tengah tertekan turut memperkecil ruang bagi konflik bersenjata besar.
Gencatan senjata ini, meskipun rapuh, menunjukkan bahwa bahkan di tengah permusuhan lama dan retorika panas, diplomasi dan kalkulasi strategis tetap punya ruang untuk berperan.
Editor : Hengki Padangratu