Eks HIPMI OTT Pesta Narkoba, Massa Kepung BNNP Lampung Tuntut Proses Hukum Sesuai UU Narkotika
Kompastuntas.com— Bandar Lampung, ratusan massa dari Aliansi Anti Narkoba (AAN) Provinsi Lampung mengepung kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung, Selasa (16/9/2025). Mereka menuntut penegakan hukum tanpa kompromi terhadap para pelaku operasi tangkap tangan (OTT) pesta narkoba di Hotel Grand Mercure, Bandar Lampung, pada 28 Agustus 2025.
Kasus ini menyeret sejumlah nama mantan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung yang dinyatakan positif mengonsumsi narkoba. Namun, publik menilai ada upaya “penyelamatan” dengan dalih rehabilitasi.
“UU Narkotika jelas mengatur, pengguna tetap bisa dipidana. Jadi jangan berlindung di balik alasan rehabilitasi. Adili dulu di pengadilan, baru kemudian diputuskan rehabilitasi atau tidak,” kata salah satu orator aksi.
Benturan UU dan SEMA
Desakan massa berangkat dari ketentuan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 127, yang menyebutkan: setiap penyalahguna narkotika dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun. Artinya, proses hukum wajib dijalankan terlebih dahulu di pengadilan.
Namun, aparat kerap berlindung di balik Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010, yang memberi ruang bagi pengguna untuk ditempatkan di lembaga rehabilitasi, bukan di penjara. Celah inilah yang dikhawatirkan massa digunakan untuk meloloskan pengurus organisasi berpengaruh dari jerat pidana.
“SEMA sifatnya bukan undang-undang, melainkan pedoman teknis peradilan. Tidak boleh mengalahkan UU. Kalau aparat langsung mengirim ke rehabilitasi tanpa proses sidang, itu jelas obstruction of justice,” kata salah satu koordinator AAN.
Tuntutan Massa
Aliansi Anti Narkoba menuntut tiga langkah konkret:
1. Proses hukum transparan: Semua pelaku OTT, termasuk eks pengurus HIPMI, harus diseret ke pengadilan terlebih dahulu sesuai Pasal 127 UU Narkotika.
2. Investigasi independen: Memastikan tidak ada praktik penyalahgunaan wewenang atau permainan hukum dalam kasus ini.
3. Keterbukaan informasi: BNNP diminta menjelaskan secara terang benderang status hukum para pelaku agar publik tidak curiga ada perlakuan istimewa.
Respons BNNP
Kabag Umum BNNP Lampung, Maksimilliam Sahese, yang menemui massa, menyatakan Kepala BNN Provinsi sedang bertugas di Bali. Ia menegaskan pihaknya menerima aspirasi masyarakat.
“BNNP Lampung sepakat dengan masyarakat, kami pun tidak ingin ada anak bangsa yang rusak karena narkoba. Aspirasi ini akan kami sampaikan langsung ke pimpinan,” ujarnya.
Sorotan Publik
Desakan massa kali ini menyoroti soal konsistensi aparat dalam menegakkan hukum. Jika pasal pidana dalam UU Narkotika dilangkahi dengan alasan rehabilitasi, maka yang dipertaruhkan bukan sekadar nasib para pengguna, melainkan kredibilitas lembaga hukum.
Kasus OTT HIPMI Lampung ini pun menjadi ujian serius: apakah hukum akan ditegakkan secara lex superior (UU mengatasi SEMA), atau justru tunduk pada praktik diskriminatif yang tajam ke bawah, tumpul ke atas.



