Mahasiswa Unila Kembangkan GATE, Mesin Pelacak Judi Online yang Tantang Cara Lama Pemerintah
Kompastuntas.com—Bandar Lampung, di tengah gempuran situs judi online yang kian merajalela, sekelompok mahasiswa Universitas Lampung (Unila) mencoba melawan dengan cara yang tak biasa membangun mesin pelacak cerdas berbasis kecerdasan buatan yang mereka namai Gambling Activity Tracing Engine atau GATE.
Inovasi itu bukan sekadar proyek akademik. GATE berhasil menembus seleksi pendanaan nasional Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2025 untuk kategori Video Gagasan Konstruktif (VGK), yang digelar Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Ini bukan soal ikut lomba. Ini tentang keresahan yang kami rasakan sebagai anak muda melihat bangsa ini kian tenggelam dalam judi online,” kata Zaka Kurnia Rahman, mahasiswa Teknik Informatika 2022 yang menjadi salah satu motor penggerak tim, saat ditemui di kampus Unila, Selasa, 15 Juli 2025.
Keresahan itu bukan tanpa dasar. Sejak 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir lebih dari 800 ribu situs judi online. Namun, tak sampai hitungan jam, domain baru kembali bermunculan. Modusnya semakin rapi, dan penetrasinya menyasar siapa saja dari ibu rumah tangga, buruh harian, hingga pelajar SMA.
“Blokir situs saja sudah terbukti mandul. Judi online ini seperti virus: beregenerasi, bersembunyi, dan punya ‘kaki tangan’ di banyak tempat,” ujar Zaka. Ia mengaku heran, mengapa mesin negara yang katanya canggih justru gagap menghadapi model bisnis haram yang makin terang-terangan ini.
Menyerang dari Hulu dengan Mesin Cerdas
Berangkat dari itu, tim PKM-VGK Unila menawarkan pendekatan berbeda. GATE, sistem yang mereka kembangkan, bekerja menggunakan prinsip SSR (Screen, Secure, Report) menyaring situs secara otomatis, mengamankan data perilaku pengguna yang mencurigakan, dan melaporkannya ke instansi berwenang.
Berbasis teknologi AI dan machine learning, GATE mampu membaca pola-pola penggunaan yang mengarah pada aktivitas judi daring.
Tak hanya melacak situs, sistem ini bahkan dirancang untuk bisa mengidentifikasi akun, perangkat, hingga potensi jaringan pengguna di baliknya.
GATE juga digadang-gadang bisa diintegrasikan dengan penyedia layanan internet (ISP) dan kanal pelaporan publik, membuka jalan bagi pemetaan besar-besaran terhadap persebaran situs dan ekosistem judi online di Indonesia.
“Selama ini, aparat dan lembaga teknis hanya bermain di hilir. GATE justru bekerja dari hulu, membongkar alur, memetakan pergerakan, dan menyajikan laporan komprehensif berbasis data. Ini seperti Google Analytics untuk kejahatan digital,” kata Aulia Rafly Lubis, Ketua Tim GATE.
Tantangan Sistemik dan Dugaan Pembiaran
Namun, di balik ambisi itu, para mahasiswa ini sadar bahwa tantangan terbesar bukan teknologi, melainkan sistem. Judi online, kata mereka, bukan sekadar urusan domain ilegal tetapi juga tentang jaringan gelap yang disebut-sebut melibatkan “oknum” dalam lembaga resmi.
“Kami tidak menuduh, tapi kalau ratusan ribu situs bisa hidup bebas, lalu siapa yang bermain di balik itu?” tanya Zaka, retoris. Ia menyinggung indikasi adanya pembiaran sistemik, atau bahkan perlindungan terhadap praktik judi online oleh segelintir pihak yang seharusnya menjadi garda depan pemberantasan.
Pernyataan Zaka itu selaras dengan desakan publik kepada Kominfo dan aparat penegak hukum agar tak hanya bermain di ranah teknis, tapi juga menyentuh akar permasalahan: siapa yang mendapat untung dari judi online, dan mengapa bisnisnya nyaris tak bisa disentuh?
Solusi Teknologi untuk Agenda Nasional
Dalam proposalnya, GATE diklaim sejalan dengan dua dari sepuluh program prioritas nasional pemberantasan kemiskinan dan penguatan inovasi teknologi. Sebab, praktik judi daring terbukti menjadi penyebab meningkatnya beban utang rumah tangga, pemiskinan struktural, hingga gangguan kesehatan mental di kelompok rentan.
Judi bukan soal moral semata, ini sudah menjadi epidemi ekonomi. Pendapatan hilang, keluarga pecah, anak putus sekolah. Negara perlu alat untuk mengidentifikasi dan merespons secara real-time, bukan sekadar reaktif,” ucap Belia Nabila Putri, mahasiswa Ilmu Hukum yang juga tergabung dalam tim.
Selain Aulia, Zaka, dan Belia, tim GATE juga digawangi oleh Mohamad Ghinau Thofadilah dan Eka Arinda dari Pendidikan Ekonomi Unila. Mereka dibimbing oleh Dr. Pujiati, dosen Pendidikan Ekonomi FKIP Unila.
GATE kini tengah diajukan untuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan mulai disosialisasikan melalui kanal YouTube serta akun Instagram @gate.system. Tim ini juga tengah menjajaki kerjasama dengan institusi pendidikan dan komunitas digital untuk uji coba sistem secara terbatas.
“Kami tak muluk-muluk. Kalau negara ini serius, GATE bisa jadi alat bantu yang strategis. Kalau tidak, setidaknya kami sudah mencoba menawarkan jalan,” kata Zaka menutup.
Editor : Hengki Utama

Judi bukan soal moral semata, ini sudah menjadi epidemi ekonomi. Pendapatan hilang, keluarga pecah, anak putus sekolah. Negara perlu alat untuk mengidentifikasi dan merespons secara real-time, bukan sekadar reaktif,” ucap Belia Nabila Putri, mahasiswa Ilmu Hukum yang juga tergabung dalam tim.







